Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.( Yohanes 15 : 16 )

Saturday, October 31, 2009

Sebuah Renungan


"Bayangkan hidup sebagai suatu permainan ketangkasan dimana kita harus memainkan keseimbangan 5 buah bola yang dilempar ke udara. Bola-bola tersebut bernama : Pekerjaan, Keluarga, Kesehatan, Teman dan Spirit dan kita harus menjaga agar ke-5 bola ini seimbang di udara.

Kita akan segera mengerti bahwa ternyata "Pekerjaan" hanyalah sebuah bola karet. Jika kita menjatuhkannya maka ia akan dapat memantul kembali.

Tetapi empat bola lainnya *Keluarga, Kesehatan, Teman dan Spirit- terbuat dari gelas.
Dan jika kita menjatuhkan salah satunya maka ia akan dapat terluka, tertandai, tergores, rusak atau bahkan hancur berkeping-keping. Dan ingatlah*mereka tidak akan pernah kembali seperti aslinya.

Kita harus memahaminya benar dan berusaha keras untuk menyeimbangkannya.
Bagaimana caranya ?

Jangan rusak nilai kita dengan membandingkannya dengan nilai orang lain. Perbedaan yang ada diciptakan untuk membuat masing-masing diri kita special.

Jangan tetapkan tujuan dan sasaran Kita dengan mengacu pada apa yang orang lain anggap itu penting. Hanya Kita yang mengerti dan dapat merasa "apa yang terbaik untuk kita".

Jangan mengganggap remeh sesuatu yang dekat di hati kita, melekatlah padanya seakan-akan ia adalah bagian yang membuat kita hidup, dimana tanpanya, hidup menjadi kurang berarti.

Jangan biarkan hidup kita terpuruk dengan hidup di 'masa lampau' atau dalam mimpi masa depan. Satu hari hidup pada suatu waktu berarti hidup untuk seluruh waktu hidupmu.

Jangan menyerah ketika masih ada sesuatu yang dapat kita berikan. Tidak ada yang benar-benar kalah sampai kita berhenti berusaha.

Jangan takut mengakui bahwa diri kita tidaklah sempurna. Ketidaksempurnaan inilah yang merupakan sulaman benang rapuh untuk mengikat kita satu sama lain.

Jangan takut menghadapi resiko. Anggaplah resiko sebagai kesempatan kita untuk belajar bagaimana menjadi berani.

Jangan berusaha untuk mengunci Cinta memasuki hidupmu dengan berkata : "tidak mungkin saya temukan". Cara tercepat untuk mendapatkan cinta adalah dengan memberinya, cara tercepat untuk kehilangan cinta adalah dengan menggenggamnya sekencang mungkin, dan cara terbaik untuk menjaga agar cinta tetap tumbuh adalah dengan memberinya "sayap".

Janganlah berlari, meskipun hidup tampak sangat cepat, sehingga kita lupa dari mana kita berasal dan juga lupa sedang menuju kemana kita.

Jangan lupa bahwa kebutuhan emosi terbesar dari seseorang adalah kebutuhan untuk merasa dihargai.

Jangan takut untuk belajar sesuatu. Ilmu Pengetahuan adalah harta karun yang selalu dapat Kita bawa kemanapun tanpa membebani.

Jangan gunakan waktu dan kata-kata dengan sembrono. Karena keduanya tidak mungkin kita ulang kembali jika telah lewat.

Hidup bukanlah pacuan melainkan suatu perjalanan dimana setiap tahap sepanjang jalannya harus dinikmati.

Dan akhirnya resapilah :

MASA LALU adalah SEJARAH,

MASA DEPAN merupakan Misteri
dan
SAAT INI adalah KARUNIA.

Doa Seorang Sahabat


Sebuah kapal karam di tengah laut karena terjangan badai dan ombak hebat. Hanya ada dua orang lelaki bersahabat yang bisa menyelamatkan diri dan berenang ke sebuah pulau kecil yang gersang. Dua orang bersahabat yang selamat itu tak tahu apa yang harus dilakukan. Namun, mereka berdua yakin bahwa tidak ada yang dapat dilakukan kecuali berdoa.

Untuk mengetahui doa siapakah yang paling dikabulkan, mereka sepakat untuk membagi pulau kecil itu menjadi dua wilayah. Dan mereka tinggal sendiri-sendiri berseberangan di sisi-sisi pulau tersebut.

Doa pertama yang mereka panjatkan, adalah memohon agar diturunkan makanan. Esok harinya, lelaki ke satu (A) melihat sebuah pohon penuh dengan buah-buahan tumbuh di sisi tempat tinggalnya. Sedangkan di daerah tempat tinggal lelaki yang lainnya (B) tetap kosong.

Seminggu kemudian, Si "A" merasa kesepian dan memutuskan untuk berdoa agar diberikan seorang istri. Keesokan harinya, ada kapal yang karam dan satu-satunya penumpang yang selamat adalah seorang wanita yang berenang dan terdampar di sisi tempat Si "A" itu tinggal. Sedangkan di sisi tempat tinggal Si "B" tetap saja tidak ada apa-apanya.

Segera saja, Si "A" berdoa memohon rumah, pakaian, dan makanan. Keesokan harinya,seperti keajaiban saja, semua yang diminta hadir untuknya. Sedangkan Si "B" tetap saja tidak mendapatkan apa-apa. Akhirnya, Si "A" berdoa meminta kapal agar ia dan istrinya dapat meninggalkan pulau itu. Pagi harinya mereka menemukan sebuah kapal tertambat di sisi pantainya. Segera saja Si "A" dan istrinya naik ke atas kapal dan siap-siap untuk berlayar meninggalkan pulau itu. Ia pun memutuskan untuk meninggalkan Si "B" yang tinggal di sisi lain pulau. Menurutnya, memang Si "B" tidak pantas ditolong dan menerima berkah tersebut karena doa-doanya tak pernah terkabulkan.

Begitu kapal siap berangkat, Si "A" mendengar suara dari langit menggema, "Hai, mengapa engkau meninggalkan sahabatmu yang ada di sisi lain pulau ini?"

"Berkahku hanyalah milikku sendiri, karena hanya doakulah yang dikabulkan," jawab SI "A".

"Doa Si "B" tak satupun dikabulkan. Maka,ia tak pantas mendapatkan apa-apa."

"Kau salah!" suara itu membentak membahana. "Tahukah kamu bahwa sahabatmu itu hanya memiliki satu doa. Dan, semua doanya terkabulkan. Bila tidak, maka kamu tidak akan mendapatkan apa-apa."

"Katakan padaku," kata Si "A", Doa macam apa yang ia panjatkan sehingga aku harus merasa berhutang atas semua ini padanya?"

JAWAB SUARA ITU : "IA BERDOA AGAR SEMUA DOA DAN PERMOHONANMU DIKABULKAN"

Kesombongan macam apakah yang membuat kita merasa lebih baik dari yang lain? Sadarilah betapa banyak orang yang telah mengorbankan segala sesuatu demi keberhasilan kita. Tak selayaknya kita mengabaikan peran orang lain, dan janganlah menilai seseorang/sesuatu hanya dari "yang terlihat" saja.

Sunday, October 04, 2009

Suatu ketika didalam pesawat terbang


Alkisah seorang juragan garam terkaya di Madura ingin melihat ibukota Jakarta dimana Presiden “yang seorang Kyai” tinggal. Ia memutuskan untuk pergi ke Jakarta dengan menggunakan pesawat.
Setelah ticket berada ditangan dia langsung menuju ke pesawat dan langsung duduk di business class. Tidak lama berselang, seorang business man naik pesawat dan mendapati kursinya telah diduduki oleh penumpang lain, maka terjadilah peristiwa seperti berikut:

Business man : Ma’af pak ini tempat duduk saya.
Madura : Sampeyan siapa (tanya Madura kepada business man)
Business man : Saya penumpang.
Madura : Lho sesama penumpang kok ser-ngoser.
itu kan masih banyak kursi yang lain.
sampeyan dodok saja disana.

Karena tidak ingin terjadi keributan maka si businessman menemui pramugari dan mengadukan hal tersebut.
Dan setelah mengecek ticket milik business man, si pramugari menghampiri si Madura.

Pramugari : Ma’af pak, bapak tidak boleh duduk di sini.tempat bapak di bagian lain.
Madura : Sampeyan siapa (tanya Madura kepada pramugari)
Pramugari : Saya Pramugari.
Madura : Apa itu pramugari saya ndak tahu, apa kerjaan sampeyan…?!
Pramugari : Saya bertugas melayani bapak.
Madura : Lho sampeyan tugasnya melayani saya kok ser-ngoser.saya ndak mau (hardik si Madura
Karena kehabisan akal si pramugari menjumpai Kapten dan mohon bantuan atas perihal tersebut.
Kapten pun mendatangi si Madura..

Kapten : Ma’af pak, tempat duduk ini milik bapak yang itu,
jadi bapak harus duduk di tempat yang lain.
Madura : Sampeyan siapa (tanya si madura dengan kesal)
Kapten : Saya pilot.
Madura : Apa itu pilot, apa kerjaan sampeyan.
Kapten : Saya yang nyopir pesawat ini.
Madura : Saya naik bis ndak pernah di ser-oser sama sopir.pokoknya saya mau duduk disini.

Akhirnya semua kehabisan akal dengan ulah si madura. tapi untunglah penumpang terakhir yang baru naik adalah mbok Bariyah.
Langsung saja Pramugari menceritakan hal tersebut dan minta pertolongan kepada mbok Bariyah.

Pramugari : ehh, mbok Bariyah, selamat siang. mbok tolong saya ya, ada penumpang yang bikin repot nih.
mbok Bariyah : Penumpang yang mana.
Pramugari : Itu, bapak yang dari madura itu, harusnya duduk di kelas ekonomi tapi dia
terlanjur duduk di tempatnya bapak ini.
mbok Bariyah : ooh, gampang itu, serahkan saja ambek saya, pokoknya ditanggung beres.

Serta-merta mbok Bariyah menghampiri Bapak Madura.

mbok Bariyah : He..He.. pak sampiyan mau kemana.
Madura : Oh, saya mau ke Jakarta.

mbok Bariyah : Lho…sampiyan salah pak, tempat duduk ini untuk tujuan Medan, kalau keJakarta tempatnya disana, disebelah belakang. itu tempat sampeyan masih kosong.
Madura : Oh…iya.., ini untuk yang mau ke Medan ya….
terema…..terema…. ya bik…..

Kesimpulannya : Ternyata peraturan tidak selamanya bisa diterapkan secara letterlek.
Penerapannya harus menggunakan taktik dan strategi

Lee Myung-bak


Jika Anda sering mendengarkan filosofi “Success is My Right”, yakni sukses adalah hak milik siapa saja, barangkali kisah yang dialami presiden terpilih Korea Selatan ini mampu menjadi contoh nyata. Lee Myung-bak yang baru saja memenangkan pemilu di Korea ternyata punya masa lalu yang sangat penuh derita. Namun, dengan keyakinan dan perjuangannya, ia membuktikan, bahwa siapa pun memang berhak untuk sukses. Dan bahkan, menjadi orang nomor satu di sebuah negara maju layaknya Korea Selatan.

Coba bayangkan fakta yang dialami oleh Lee pada masa kecilnya ini. Jika sarapan, ia hanya makan ampas gandum. Makan siangnya, karena tak punya uang, ia mengganjal perutnya dengan minum air. Saat makan malam, ia kembali harus memakan ampas gandum. Dan, untuk ampas itu pun, ia tak membelinya. Keluarganya mendapatkan ampas itu dari hasil penyulingan minuman keras. Ibaratnya, masa kecil Lee ia harus memakan sampah.

Terlahir di Osaka, Jepang, pada 1941, saat orangtuanya menjadi buruh tani di Jepang, ia kemudian besar di sebuah kota kecil, Pohang, Korea. Kemudian, saat remaja, Lee menjadi pengasong makanan murahan dan es krim untuk membantu keluarga. “Tak terpikir bisa bawa makan siang untuk di sekolah,”sebut Lee dalam otobiografinya yang berjudul “There is No Myth,” yang diterbitkan kali pertama pada 1995.

Namun, meski sangat miskin, Lee punya tekad kuat untuk menempuh pendidikan tinggi. Karena itu, ia belajar keras demi memperoleh beasiswa agar bisa meneruskan sekolah SMA. Kemudian, pada akhir 1959, keluarganya pindah ke ibukota, Seoul, untuk mencari penghidupan lebih baik. Namun, nasib orangtuanya tetap terpuruk, menjadi penjual sayur di jalanan. Saat itu, Lee mulai lepas dari orangtua, dan bekerja menjadi buruh bangunan. “Mimpi saya saat itu adalah menjadi pegawai,” kisahnya dalam otobiografinya.

Lepas SMA, karena prestasinya bagus, Lee berhasil diterima di perguruan tinggi terkenal, Korea University. Untuk biayanya, ia bekerja sebagai tukang sapu jalan. Saat kuliah inilah, bisa dikatakan sebagai awal mula titik balik kehidupannya. Ia mulai berkenalan dengan politik. Lee terpilih menjadi anggota dewan mahasiswa, dan telibat dalam aksi demo antipemerintah. Karena ulahnya ini ia kena hukuman penjara percobaan pada 1964.

Vonis hukuman ini nyaris membuatnya tak bisa diterima sebagai pegawai Hyundai Group. Sebab, pihak Hyundai kuatir, pemerintah akan marah jika Lee diterima di perusahaan itu. Namun, karena tekadnya, Lee lantas putar otak. Ia kemudian membuat surat ke kantor kepresidenan. Isi surat bernada sangat memelas, yang intinya berharap pemerintah jangan menghancurkan masa depannya. Isi surat itu menyentuh hati sekretaris presiden, sehingga ia memerintahkan Hyundai untuk menerima Lee sebagai pegawai.

Di perusahaan inilah, ia mampu menunjukkan bakatnya. Ia bahkan kemudian mendapat julukan “buldozer”, karena dianggap selalu bisa membereskan semua masalah, sesulit apapun. Salah satunya karyanya yang fenomonal adalah mempreteli habis sebuah buldozer, untuk mempelajari cara kerja mesin itu. Di kemudian hari, Hyundai memang berhasil memproduksi buldozer.

Kemampuan Lee mengundang kagum pendiri Hyundai, Chung Ju-yung. Berkat rekomendasi pimpinannya itu, prestasi Lee terus melesat. Ia langsung bisa menduduki posisi tertinggi di divisi konstruksi, meski baru bekerja selama 10 tahun. Dan, di divisi inilah, pada periode 1970-1980 menjadi mesin uang Hyundai karena Korea Selatan tengah mengalami booming ekonomi sehingga pembangunan fisik sangat marak.

Setelah 30 tahun di Hyundai, Lee mulai masuk ke ranah politik dengan masuk jadi anggota dewan pada tahun 1992. Kemudian, pada tahun 2002, ia terpilih menjadi Wali Kota Seoul. Dan kini, tahun 2007, Lee yang masa kecilnya sangat miskin itu, telah jadi orang nomor satu di Korea Selatan. Sebuah pembuktian, bahwa dengan perjuangan dan keyakinan, setiap orang memang berhak untuk sukses.

Keberhasilan hidup Lee, mulai dari kemelaratan yang luar biasa hingga menjadi orang nomor satu di Korea Selatan, adalah contoh nyata betapa tiap orang bisa merubah nasibnya. Jika orang yang sangat miskin saja bisa sukses, bagaimana dengan kita? Mulailah dengan keyakinan, perjuangan, dan kerja keras, maka jalan sukses akan terbuka bagi siapapun.

Elang dan Kalkun


Konon di satu saat yang telah lama berlalu, Elang dan Kalkun adalah burung yang menjadi teman yang baik. Dimanapun mereka berada, kedua teman selalu pergi bersama-sama. Tidak aneh bagi manusia untuk melihat Elang dan Kalkun terbang bersebelahan melintasi udara bebas.

Satu hari ketika mereka terbang, Kalkun berbicara pada Elang, “Mari kita turun dan mendapatkan sesuatu untuk dimakan. Perut saya sudah keroncongan nih!”. Elang membalas, “Kedengarannya ide yang bagus”.

Jadi kedua burung melayang turun ke bumi, melihat beberapa binatang lain sedang makan dan memutuskan bergabung dengan mereka. Mereka mendarat dekat dengan seekor Sapi. Sapi ini tengah sibuk makan jagung,namun sewaktu memperhatikan bahwa ada Elang dan Kalkun sedang berdiri dekat dengannya, Sapi berkata, “Selamat datang, silakan cicipi jagung manis ini”.

Ajakan ini membuat kedua burung ini terkejut. Mereka tidak biasa jika ada binatang lain berbagi soal makanan mereka dengan mudahnya. Elang bertanya, “Mengapa kamu bersedia membagikan jagung milikmu bagi kami?”. Sapi menjawab, “Oh, kami punya banyak makanan disini. Tuan Petani memberikan bagi kami apapun yang kami inginkan”. Dengan undangan itu, Elang dan Kalkun menjadi terkejut dan menelan ludah. Sebelum selesai, Kalkun menanyakan lebih jauh tentang Tuan Petani.

Sapi menjawab, “Yah, dia menumbuhkan sendiri semua makanan kami. Kami sama sekali tidak perlu bekerja untuk makanan”. Kalkun tambah bingung, “Maksud kamu, Tuan Petani itu memberikan padamu semua yang ingin kamu makan?”. Sapi menjawab, “Tepat sekali!. Tidak hanya itu, dia juga memberikan pada kami tempat untuk tinggal.” Elang dan Kalkun menjadi syok berat!. Mereka belum pernah mendengar hal seperti ini. Mereka selalu harus mencari makanan dan bekerja untuk mencari naungan.

Ketika datang waktunya untuk meninggalkan tempat itu, Kalkun dan Elang mulai berdiskusi lagi tentang situasi ini. Kalkun berkata pada Elang, “Mungkin kita harus tinggal di sini. Kita bisa mendapatkan semua makanan yang kita inginkan tanpa perlu bekerja. Dan gudang yang disana cocok dijadikan sarang seperti yang telah pernah bangun. Disamping itu saya telah lelah bila harus selalu bekerja untuk dapat hidup.”

Elang juga goyah dengan pengalaman ini, “Saya tidak tahu tentang semua ini. Kedengarannya terlalu baik untuk diterima. Saya menemukan semua ini sulit untuk dipercaya bahwa ada pihak yang mendapat sesuatu tanpa mbalan. Disamping itu saya lebih suka terbang tinggi dan bebas mengarungi langit luas. Dan bekerja untuk menyediakan makanan dan tempat bernaung tidaklah terlalu buruk. Pada kenyataannya, saya menemukan hal itu sebagai tantangan menarik”.

Akhirnya, Kalkun memikirkan semuanya dan memutuskan untuk menetap dimana ada makanan gratis dan juga naungan. Namun Elang memutuskan bahwa ia amat mencintai kemerdekaannya dibanding menyerahkannya begitu saja. Ia menikmati tantangan rutin yang membuatnya hidup. Jadi setelah mengucapkan selamat berpisah untuk teman lamanya Si Kalkun, Elang menetapkan penerbangan untuk petualangan baru yang ia tidak ketahui bagaimana ke depannya.

Semuanya berjalan baik bagi Si Kalkun. Dia makan semua yang ia inginkan. Dia tidak pernah bekerja. Dia bertumbuh menjadi burung gemuk dan malas. Namun suatu hari dia mendengar istri Tuan Petani menyebutkan bahwa Hari raya Thanks giving akan datang beberapa hari lagi dan alangkah indahnya jika ada hidangan Kalkun panggang untuk makan malam. Mendengar hal itu, Si Kalkun memutuskan sudah waktunya untuk pergi dari pertanian itu dan bergabung kembali dengan teman baiknya, si Elang.

Namun ketika dia berusaha untuk terbang, dia menemukan bahwa ia telah tumbuh terlalu gemuk dan malas. Bukannya dapat terbang, dia justru hanya bisa mengepak-ngepakkan sayapnya. Akhirnya di Hari Thanks giving keluarga Tuan Petani duduk bersama menghadapi panggang daging Kalkun besar yang sedap.

Ketika anda menyerah pada tantangan hidup dalam pencarian keamanan, anda mungkin sedang menyerahkan kemerdekaan anda…Dan Anda akan menyesalinya setelah segalanya berlalu dan tidak ada KESEMPATAN lagi…

Seperti pepatah kuno “selalu ada keju gratis dalam perangkap tikus”.

Jadilah Pelita


Pada suatu malam, seorang buta berpamitan pulang dari rumah sahabatnya. Sang sahabat membekalinya dengan sebuah lentera pelita.

Orang buta itu terbahak berkata: “Buat apa saya bawa pelita? Kan sama saja buat saya! Saya bisa pulang kok.”

Dengan lembut sahabatnya menjawab, “Ini agar orang lain bisa melihat kamu, biar mereka tidak menabrakmu.”

Akhirnya orang buta itu setuju untuk membawa pelita tersebut. Tak berapa lama, dalam perjalanan, seorang pejalan menabrak si buta.

Dalam kagetnya, ia mengomel, “Hei, kamu kan punya mata! Beri jalan buat orang buta dong!”

Tanpa berbalas sapa, mereka pun saling berlalu.

Lebih lanjut, seorang pejalan lainnya menabrak si buta.

Kali ini si buta bertambah marah, “Apa kamu buta? Tidak bisa lihat ya? Aku bawa pelita ini supaya kamu bisa lihat!”

Pejalan itu menukas, “Kamu yang buta! Apa kamu tidak lihat, pelitamu sudah padam!”

Si buta tertegun..

Menyadari situasi itu, penabraknya meminta maaf, “Oh, maaf, sayalah yang ‘buta’, saya tidak melihat bahwa Anda adalah orang buta.”

Si buta tersipu menjawab, “Tidak apa-apa, maafkan saya juga atas kata-kata kasar saya.”

Dengan tulus, si penabrak membantu menyalakan kembali pelita yang dibawa si buta. Mereka pun melanjutkan perjalanan masing-masing.

Dalam perjalanan selanjutnya, ada lagi pejalan yang menabrak orang buta kita.

Kali ini, si buta lebih berhati-hati, dia bertanya dengan santun, “Maaf, apakah pelita saya padam?”

Penabraknya menjawab, “Lho, saya justru mau menanyakan hal yang sama.”

Senyap sejenak.

secara berbarengan mereka bertanya, “Apakah Anda orang buta?”

Secara serempak pun mereka menjawab, “Iya.,” sembari meledak dalam tawa.

Mereka pun berupaya saling membantu menemukan kembali pelita mereka yang berjatuhan sehabis bertabrakan.

Pada waktu itu juga, seseorang lewat. Dalam keremangan malam, nyaris saja ia menubruk kedua orang yang sedang mencari-cari pelita tersebut. Ia pun berlalu, tanpa mengetahui bahwa mereka adalah orang buta.

Timbul pikiran dalam benak orang ini, “Rasanya saya perlu membawa pelita juga, jadi saya bisa melihat jalan dengan lebih baik, orang lain juga bisa ikut melihat jalan mereka.”

Pelita melambangkan terang kebijaksanaan. Membawa pelita berarti menjalankan kebijaksanaan dalam hidup. Pelita, sama halnya dengan kebijaksanaan, melindungi kita dan pihak lain dari berbagai aral rintangan (tabrakan!).

Si buta pertama mewakili mereka yang terselubungi kegelapan batin, keangkuhan, kebebalan, ego, dan kemarahan. Selalu menunjuk ke arah orang lain, tidak sadar bahwa lebih banyak jarinya yang menunjuk ke arah dirinya sendiri. Dalam perjalanan “pulang”, ia belajar menjadi bijak melalui peristiwa demi peristiwa yang dialaminya. Ia menjadi lebih rendah hati karena menyadari kebutaannya dan dengan adanya belas kasih dari pihak lain. Ia juga belajar menjadi pemaaf.

Penabrak pertama mewakili orang-orang pada umumnya, yang kurang kesadaran, yang kurang peduli. Kadang, mereka memilih untuk “membuta” walaupun mereka bisa melihat.

Penabrak kedua mewakili mereka yang seolah bertentangan dengan kita, yang sebetulnya menunjukkan kekeliruan kita, sengaja atau tidak sengaja. Mereka bisa menjadi guru-guru terbaik kita. Tak seorang pun yang mau jadi buta, sudah selayaknya kita saling memaklumi dan saling membantu.

Orang buta kedua mewakili mereka yang sama-sama gelap batin dengan kita. Betapa sulitnya menyalakan pelita kalau kita bahkan tidak bisa melihat pelitanya. Orang buta sulit menuntun orang buta lainnya. Itulah pentingnya untuk terus belajar agar kita menjadi makin melek, semakin bijaksana.

Orang terakhir yang lewat mewakili mereka yang cukup sadar akan pentingnya memiliki pelita kebijaksanaan.

Sudahkah kita sulut pelita dalam diri kita masing-masing? Jika sudah, apakah nyalanya masih terang, atau bahkan nyaris padam? JADILAH PELITA, bagi diri kita sendiri dan sekitar kita.

Sebuah pepatah berusia 25 abad mengatakan: Sejuta pelita dapat dinyalakan dari sebuah pelita, dan nyala pelita pertama tidak akan meredup. Pelita kebijaksanaan pun, tak kan pernah habis terbagi.

Bila mata tanpa penghalang, hasilnya adalah penglihatan. Jika telinga tanpa penghalang, hasilnya adalah pendengaran. Hidung yang tanpa penghalang membuahkan penciuman. Fikiran yang tanpa penghalang hasilnya adalah kebijaksanaan.

Penjara Pikiran


Seekor belalang lama terkurung dalam satu kotak. Suatu hari ia berhasil keluar dari kotak yang mengurungnya, dengan gembira dia melompat-lompat menikmati kebebasannya.

Di perjalanan dia bertemu dengan belalang lain, namun dia heran mengapa belalang itu bisa lompat lebih tinggi dan lebih jauh darinya.

Dengan penasaran dia bertanya,

“Mengapa kau bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh dariku,padahal kita tidak jauh berbeda dari usia maupun ukuran tubuh?” Belalang itu menjawabnya dengan pertanyaan,

“Dimanakah kau tinggal selama ini? Semua belalang yang hidup di alam bebas pasti bisa melakukan seperti yang aku lakukan.”

Saat itu si belalang baru tersadar bahwa selama ini kotak itulah yang telah membuat lompatannya tidak sejauh dan setinggi belalang lain yang hidup di alam bebas.

Sering kita sebagai manusia, tanpa sadar, pernah juga mengalami hal yang sama dengan belalang tersebut. Lingkungan yang buruk, hinaan, trauma masa lalu, kegagalan beruntun, perkataan teman,tradisi, dan semua itu membuat kita terpenjara dalam kotak semu yang mementahkan potensi kita.

Sering kita mempercayai mentah-mentah apa yang mereka voniskan kepada kita tanpa berpikir dalam bahwa apakah hal itu benar adanya atau benarkah kita selemah itu? Lebih parah lagi, kita acap kali lebih memilih mempercayai mereka daripada mempercayai diri sendiri.

Tahukah Anda bahwa gajah yang sangat kuat bisa diikat hanya dgn tali yang terikat pada pancang kecil? Gajah sudah akan merasa dirinya tidak bisa bebas jika ada “sesuatu” yang mengikat kaki nya, padahal “sesuatu” itu bisa jadi hanya seutas tali kecil…

Sebagai manusia kita mampu untuk berjuang, tidak menyerah begitu saja kepada apa yang kita alami. Karena itu, teruslah berusaha mencapai segala aspirasi positif yang ingin kita capai. Sakit memang, lelah memang,tapi jika kita sudah sampai di puncak, semua pengorbanan itu pasti akan terbayar. Pada dasarnya, kehidupan kita akan lebih baik kalau kita hidup dengan cara hidup pilihan kita sendiri, bukan dengan cara yang di pilihkan orang lain untuk kita

4 lilin


Ada 4 lilin yang menyala, Sedikit demi sedikit habis meleleh.

Suasana begitu sunyi sehingga terdengarlah percakapan mereka

Yang pertama berkata: “Aku adalah Damai.” “Namun manusia tak mampu menjagaku: maka lebih baik aku mematikan diriku saja!” Demikianlah sedikit demi sedikit sang lilin padam.

Yang kedua berkata: “Aku adalah Iman.” “Sayang aku tak berguna lagi.” “Manusia tak mau mengenalku, untuk itulah tak ada gunanya aku tetap menyala.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya.

Dengan sedih giliran Lilin ketiga bicara: “Aku adalah Cinta.” “Tak mampu lagi aku untuk tetap menyala.” “Manusia tidak lagi memandang dan mengganggapku berguna.” “Mereka saling membenci, bahkan membenci mereka yang mencintainya, membenci keluarganya.” Tanpa menunggu waktu lama, maka matilah Lilin ketiga.

Tanpa terduga…

Seorang anak saat itu masuk ke dalam kamar, dan melihat ketiga Lilin telah padam. Karena takut akan kegelapan itu, ia berkata: “Ekh apa yang terjadi?? Kalian harus tetap menyala, Aku takut akan kegelapan!”

Lalu ia mengangis tersedu-sedu.

Lalu dengan terharu Lilin keempat berkata:

Jangan takut, Janganlah menangis, selama aku masih ada dan menyala, kita tetap dapat selalu menyalakan ketiga Lilin lainnya:

“Akulah HARAPAN.”

Dengan mata bersinar, sang anak mengambil Lilin Harapan, lalu menyalakan kembali ketiga Lilin lainnya.

Apa yang tidak pernah mati hanyalah HARAPAN yang ada dalam hati kita….dan masing-masing kita semoga dapat menjadi alat, seperti sang anak tersebut, yang dalam situasi apapun mampu menghidupkan kembali Iman, Damai, Cinta dengan HARAPAN-nya!

Petani dan Keledai


Suatu hari keledai milik seorang petani jatuh ke dalam sumur.
Hewan itu menangis dengan memilukan selama berjam-jam sementara si petani
memikirkan apa yang harus dilakukannya.

Akhirnya, si petani memutuskan bahwa hewan itu sudah tua dan sumur juga perlu
ditimbun (ditutup - karena berbahaya), jadi tidak berguna untuk menolong si
keledai. Dan ia mengajak tetangga-tetangganya untuk datang membantunya.

Mereka membawa sekop dan mulai menyekop tanah ke dalam sumur. Pada mulanya,
ketika si keledai menyadari apa yang
sedang terjadi, ia menangis penuh kengerian.

Tetapi kemudian, semua orang takjub, karena si keledai menjadi diam. Setelah
beberapa sekop tanah lagi dituangkan ke dalam sumur. Si petani melihat ke
dalam sumur dan tercengang karena apa yang dilihatnya.
Walaupun punggungnya terus ditimpa oleh bersekop-sekop tanah dan kotoran, si
keledai melakukan sesuatu yang menakjubkan. Ia mengguncang- guncangkan
badannya agar tanah yang menimpa punggungnya turun ke bawah, lalu menaiki
tanah itu.

Sementara tetangga2 si petani terus menuangkan tanah kotor ke atas punggung
hewan itu, si keledai terus juga mengguncangkan badannya dan melangkah naik.
Segera saja, semua orang terpesona ketika si keledai meloncati tepi sumur dan
melarikan diri !


THINGS TO LEARN :
Kehidupan terus saja menuangkan tanah dan kotoran kepadamu, segala macam tanah
dan kotoran.

Cara untuk keluar dari "sumur" (kesedihan, masalah, dsb) adalah dengan
mengguncangkan segala tanah dan kotoran dari diri kita (pikiran dan hati
kita) dan melangkah naik dari "sumur" dengan menggunakan hal-hal tersebut
sebagai pijakan.

Setiap masalah-masalah kita merupakan satu batu pijakan untuk melangkah.

Kita dapat keluar dari "sumur" yang terdalam dengan terus berjuang, jangan
pernah menyerah !

Ingatlah aturan sederhana tentang Kebahagiaan :
1. Bebaskan dirimu dari kebencian
2. Bebaskanlah pikiranmu dari kecemasan.
3. Hiduplah sederhana.
4. Berilah lebih banyak.
5. Berharaplah lebih sedikit.
6. Tersenyumlah.
7. Miliki teman yang bisa membuat engkau tersenyum

5 pelajaran berharga



Ini lima buah Pelajaran Berharga, yang sangat bagus untuk kita, mari kita renungkan bersama

1. Pelajaran Penting ke-1 :

Pada bulan ke-2 diawal kuliah saya, seorang Profesor memberikan quiz mendadak pada kami. Karena kebetulan cukup menyimak semua kuliah2nya, saya cukup cepat menyelesaikan soal-soal quiz, sampai pada soal yang terakhir.
Isi Soal terakhir ini adalah : Siapa nama depan wanita yang menjadi petugas pembersih sekolah ?. Saya yakin soal ini cuma 'bercanda'. Saya sering melihat perempuan ini. Tinggi,berambut gelap dan berusia sekitar 50-an, tapi bagaimana saya tahu nama depannya... ? Saya kumpulkan saja kertas ujian saya, tentu saja dengan jawaban soal terakhir kosong.
Sebelum kelas usai, seorang rekan bertanya pada Profesor itu, mengenai soal terakhir akan 'dihitung' atau tidak. 'Tentu Saja Dihitung !!' kata si Profesor. 'Pada perjalanan karirmu, kamu akan ketemu banyak orang. Semuanya penting!. Semua harus kamu perhatikan dan pelihara, walaupun itu cuma dengan sepotong senyuman, atau sekilas 'hallo'!

Saya selalu ingat pelajaran itu. Saya kemudian tahu, bahwa nama depan ibu pembersih sekolah adalah 'Dorothy'..

2. Pelajaran Penting ke-2 :


Penumpang yang Kehujanan.

Malam itu, pukul setengah dua belas malam. Seorang wanita negro rapi yang sudah berumur, sedang berdiri di tepi jalan tol
Alabama . Ia nampak mencoba bertahan dalam hujan yang sangat deras, yang hampir seperti badai. Mobilnya kelihatannya lagi rusak, dan perempuan ini sangat ingin menumpang mobil. Dalam keadaan basah kuyup, ia mencoba menghentikan setiap mobil yang lewat. Mobil berikutnya dikendarai oleh seorang pemuda bule, dia berhenti untuk menolong ibu ini. Kelihatannya si bule ini tidak paham akan konflik etnis tahun 1960-an, yaitu pada saat itu. Pemuda ini akhirnya membawa si ibu negro selamat hingga suatu tempat, untuk mendapatkan pertolongan, lalu mencarikan si ibu ini taksi. Walaupun terlihat sangat tergesa-gesa, si ibu tadi bertanya tentang alamat si pemuda itu, menulisnya, lalu mengucapkan terima kasih pada si pemuda. 7 hari berlalu, dan tiba-tiba pintu rumah pemuda bule ini diketuk Seseorang. Kejutan baginya, karena yang datang ternyata kiriman sebuah televisi set besar berwarna (1960-an !) khusus dikirim kerumahnya. Terselip surat kecil tertempel di televisi, yang isinya adalah : 'Terima kasih nak, karena membantuku di jalan Tol malam itu. Hujan tidak hanya membasahi bajuku, tetapi juga jiwaku. Untung saja anda datang dan menolong saya. Karena pertolongan anda, saya masih sempat untuk hadir disisi suamiku yang sedang sekarat.hingga wafatnya. Tuhan memberkati anda,karena membantu saya dan tidak mementingkan dirimu pada saat itu'. Tertanda Ny.Nat King Cole.

3. Pelajaran penting ke-3 :

Selalulah perhatikan dan ingat, pada semua yang anda layani.

Di zaman eskrim khusus (ice cream sundae) masih murah, seorang anak laki-laki umur 10-an tahun masuk ke Coffee Shop Hotel, dan duduk di meja. Seorang pelayan wanita menghampiri, dan memberikan air putih dihadapannya. Anak ini kemudian bertanya 'Berapa ya,... harga satu ice cream sundae?' katanya. '50 sen...' balas si pelayan. Si anak kemudian mengeluarkan isi sakunya dan menghitung dan mempelajari koin-koin di kantongnya.. 'Wah... Kalau ice cream yang biasa saja berapa?' katanya lagi. Tetapi kali ini orang-orang yang duduk di meja-meja lain sudah mulai banyak... dan pelayan ini mulai tidak sabar.
'35 sen' kata si pelayan sambil uring-uringan. Anak ini mulai menghitungi dan mempelajari lagi koin-koin yang tadi dikantongnya.
'Bu... saya pesen yang ice cream biasa saja ya...'ujarnya. Sang pelayan kemudian membawa ice cream tersebut, meletakkan kertas kuitansi di atas meja dan terus melengos berjalan. Si anak ini kemudian makan ice-cream, bayar di kasir, dan pergi. Ketika si Pelayan wanita ini kembali untuk membersihkan meja si anak kecil tadi, dia mulai menangis terharu. Rapi tersusun disamping piring kecilnya yang kosong, ada 2 buah koin 10-sen dan 5 buah koin 1-sen. Anda bisa lihat... anak kecil ini tidak bisa pesan Ice-cream Sundae, karena tidak memiliki cukup untuk memberi sang pelayan uang tip yang 'layak'.......


4. Pelajaran penting ke-4 :

Penghalang di Jalan Kita.

Zaman dahulu kala, tersebutlah seorang Raja, yang menempatkan sebuah batu besar di tengah-tengah jalan. Raja tersebut kemudian bersembunyi, untuk melihat apakah ada yang mau menyingkirkan batu itu dari jalan. Beberapa pedagang terkaya yang menjadi rekanan raja tiba ditempat, untuk berjalan melingkari batu besar tersebut. Banyak juga yang datang, kemudian memaki- maki sang Raja, karena tidak membersihkan jalan dari rintangan.Tetapi tidak ada satupun yang mau melancarkan jalan dengan menyingkirkan batu itu.
Kemudian datanglah seorang petani, yang menggendong banyak sekali sayur mayur. Ketika semakin dekat, petani ini kemudian meletakkan dahulu bebannya, dan mencoba memindahkan batu itu kepinggir jalan. Setelah banyak mendorong dan mendorong, akhirnya ia berhasil menyingkirkan batu besar itu. Ketika si petani ingin mengangkat kembali sayurnya, ternyata ditempat batu tadi ada kantung yang berisi banyak uang emas dan surat Raja.
Surat yang mengatakan bahwa emas ini hanya untuk orang yang mau menyingkirkan batu tersebut dari jalan. Petani ini kemudian belajar, satu pelajaran yang kita tidak pernah bisa mengerti. Bahwa pada dalam setiap rintangan, tersembunyi kesempatan yang bisa dipakai untuk memperbaiki hidup kita.

5. Pelajaran penting ke-5 :

Memberi, ketika dibutuhkan.

Waktu itu, ketika saya masih seorang sukarelawan yang bekerja di sebuah rumah sakit, saya berkenalan dengan seorang gadis kecil yang bernama Liz, seorang penderita satu penyakit serius yang sangat jarang. Kesempatan sembuh, hanya ada pada adiknya, seorang pria kecil yang berumur 5 tahun, yang secara mujizat sembuh dari penyakit yang sama. Anak ini memiliki antibodi yang diperlukan untuk melawan penyakit itu. Dokter kemudian mencoba menerangkan situasi lengkap medikal tersebut ke anak kecil ini, dan bertanya apakah ia siap memberikan darahnya kepada kakak perempuannya. Saya melihat si kecil itu ragu-ragu sebentar, sebelum mengambil nafas panjang dan berkata 'Baiklah... Saya akan melakukan hal tersebut.... asalkan itu bisa menyelamatkan kakakku'. Mengikuti proses tranfusi darah, si kecil ini berbaring di tempat tidur,disamping kakaknya. Wajah sang kakak mulai memerah, tetapi Wajah si kecil mulai pucat dan senyumnya menghilang. Si kecil melihat ke dokter itu, dan bertanya dalam suara yang bergetar...katanya 'Apakah saya akan langsung mati dokter.?' Rupanya si kecil sedikit salah pengertian. Ia merasa, bahwa ia harus menyerahkan semua darahnya untuk menyelamatkan jiwa kakaknya. Lihatlah...bukankah pengertian dan sikap adalah segalanya... .