Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.( Yohanes 15 : 16 )

Friday, August 28, 2015

Keep Up Your Spirit


Suatu hari tampak sekelompok kelinci berkumpul di tepi sungai. Mereka berkeluh kesah meratapi nyali mereka yg kecil, mengeluh kehidupan mereka yg terus dibayangi marabahaya.

Alangkah malangnya terlahir sebagai kelinci. Ingin kuat tapi tak punya tenaga. Mereka merasa hidup ini tdk ada artinya. Daripada hidup menderita dihantui ketakutan, mereka pun berpikir utk mati saja.
Keputusan bunuh diri masal pun diambil. Mereka akan bersama-sama melompat dari tebing yg tinggi. Namun saat melewati pinggir sungai, ada katak yg terkejut melihat banyak kelinci. Katak ketakutan & dia pun melarikan diri & melompat ke dalam sungai.

Kelinci seringkali melihat katak melompat ke dalam air. Namun mereka tidak mempedulikannya. Tapi kali ini ada seekor kelinci yg sadar.
Kelinci itu menghimbau kelinci lainnya untuk menghentikan tindakan mereka untuk bunuh diri. Karena mereka bukan satu-satunya makhluk yg bernyali kecil. Masih ada katak yg nyalinya jauh lebih kecil dibanding mereka.

Mendengar perkataan kelinci itu, rekan kelinci lain akhirnya terbuka pikirannya. Tiba2 seolah tumbuh tunas keberanian di hati mereka. Dgn gembira mereka pun saling membesarkan diri satu sama lain. Kelompok kelinci itupun kembali pulang & melupakan niat bunuh dirinya.

"Saat keberuntungan tidak memihak, janganlah kita meratapi nasib seakan kita makhluk paling menderita di bumi ini. Lihatlah sekeliling kita. Banyak yg nasibnya tdk seberuntung kita. Jika mereka hidup dlm kekuatan & mampu menjalani hidup dgn tegar & tetap berjuang, kenapa kita tdk.

Apapun keadaan hidup kita hari ini, jalani dengan optimis. Nasib tidak akan berubah tanpa manusia itu sendiri yg merubahnya. Karena sukses adalah hak semua orang yg mau berjuang & sungguh-sungguh
Unknown

Saturday, August 15, 2015

ALERGI Hidup

Seorang pria mendatangi seorang Guru. Katanya : “Guru, saya sudah bosan hidup. Benar-benar jenuh. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apapun yang saya lakukan selalu gagal. Saya ingin mati”.

Sang Guru tersenyum : “Oh, kamu sakit”.

“Tidak Guru, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati”.
Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Guru meneruskan : “Kamu sakit. Penyakitmu itu bernama “Alergi Hidup”. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan. Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan. Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan ini mengalir terus, tetapi kita menginginkan keadaan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit. Penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit. Usaha pasti ada pasang-surutnya. Dalam berumah-tangga, pertengkaran kecil itu memang wajar. Persahabatan pun tidak selalu langgeng. Apa sih yang abadi dalam hidup ini ? Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita”.

“Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu benar-benar bertekad ingin sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku”, kata sang Guru.
“Tidak Guru, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin hidup lebih lama lagi”, pria itu menolak tawaran sang Guru.
“Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati ?”, tanya Guru.
“Ya, memang saya sudah bosan hidup”, jawab pria itu lagi.

“Baiklah. Kalau begitu besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini… Malam nanti, minumlah separuh isi botol ini. Sedangkan separuh sisanya kau minum besok sore jam enam. Maka esok jam delapan malam kau akan mati dengan tenang”.

Kini, giliran pria itu menjadi bingung. Sebelumnya, semua Guru yang ia datangi selalu berupaya untuk memberikan semangat hidup. Namun, Guru yang satu ini aneh. Alih-alih memberi semangat hidup, malah menawarkan racun. Tetapi, karena ia memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati.
Setibanya di rumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut “obat” oleh sang Guru tadi. Lalu, ia merasakan ketenangan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu rileks, begitu santai ! Tinggal satu malam dan satu hari ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah.
Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran Jepang. Sesuatu yang tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. Ini adalah malam terakhirnya. Ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya amat harmonis. Sebelum tidur, ia mencium istrinya dan berbisik, “Sayang, aku mencintaimu”. Sekali lagi, karena malam itu adalah malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis.

Esoknya, sehabis bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. Setengah jam kemudian ia kembali ke rumah, ia menemukan istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat dua cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah pagi terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Sang istripun merasa aneh sekali dan berkata : “Sayang, apa yang terjadi hari ini ? Selama ini, mungkin aku salah. Maafkan aku sayang”.

Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang. Stafnya pun bingung, “Hari ini, Bos kita kok aneh ya ?” Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan menghargai terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya.

Pulang ke rumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda depan. Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya sambil berkata : “Sayang, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu”. Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan : “Ayah, maafkan kami semua. Selama ini, ayah selalu tertekan karena perilaku kami”.

Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi sangat indah. Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya ?
Ia mendatangi sang Guru lagi. Melihat wajah pria itu, rupanya sang Guru langsung mengetahui apa yang telah terjadi dan berkata : “Buang saja botol itu. Isinya air biasa. Kau sudah sembuh. Apabila kau hidup dalam kekinian, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan. Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenangan”.
Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Guru, lalu pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. Konon, ia masih mengalir terus. Ia tidak pernah lupa hidup dalam kekinian. Itulah sebabnya, ia selalu bahagia, selalu tenang, selalu HIDUP

Thursday, August 06, 2015

7 Ciri EQ inggi



7 Ciri-ciri Mereka yang Mempunyai Kecerdasan Emosional yang Tinggi

Akhir-akhir ini, kita semakin sadar bahwa kecerdasan emosional ini sangat penting bagi tiap individu dalam menunjang kesuksesan dan kebahagiaan mereka, baik di tempat kerja, pergaulan hingga kehidupan keluarga. Memiliki kecerdasan emosional yang tinggi akan membantu anda dalam bersikap praktis ketika di hadapkan pada suatu permasalahan. Untuk itu, kali ini saya akan sharingkan apa saja ciri-ciri mereka yang mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi. Harapannya, hal ini akan menjadi referensi kita bersama untuk kehidupan kita yang lebih bermanfaat dan bahagia kedepannya.

1. Fokus pada Hal-hal yang Positif
Mereka yang memiliki kecerdasan emosional tinggi sadar bahwa percuma saja berlarut-larut dengan masalah. Fokus pada masalah tidak akan pernah membawa solusi, sebaliknya bersikap positif dalam menyikapi masalah akan membawa anda pada solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan anda.

2. Mereka yang Berpikiran Positif akan Berkumpul dengan Mereka yang Berpikir Positif Pula
Orang-orang dengan kecerdasan emosional tinggi tidak akan menghabiskan banyak waktu dengan berkumpul bersama mereka yang suka mengeluh dan mengumpat. Mendengarkan keluh kesah dari mereka yang suka berpikir negatif hanya akan membawa menghabiskan energi kita pada hal yang percuma. Sebaliknya, berkumpul dengan orang yang memiliki pikiran positif dan penuh semangat akan membuat kita tertular juga. Dan inilah yang pada akhirnya akan meningkatkan kecerdasan emosional anda juga.

3. Orang dengan Kecerdasan Emosional Tinggi selalu Assertive
Assertive adalah sebuah sikap tegas dalam mengemukakan suatu pendapat, tanpa harus melukai perasaan lawan bicaranya. Orang yang assertive sangat tahu betul kapan mereka harus bicara, kapan mereka harus mengemukakan suatu pendapat dan bagaimana cara yang tepat untuk memberikan sebuah solusi tanpa harus menggurui. Dan yang pasti mereka yang memiliki sikap assertive selalu berpikir terlebih dahulu sebelum bicara.

4. Mereka adalah Visioner yang siap Melupakan Kegagalan di Masa Lalu
Orang-orang dengan kecerdasan emosional yang tinggi akan sibuk memikirkan apa yang akan dilakukannya di masa depan dan segera melupakan kegagalan di masa lalu. Baginya kegagalan di masa lalu adalah sebuah pelajaran yang penting diambil untuk mengambil langkah yang lebih mantab di masa yang akan datang.

5. Mereka Tahu Cara Membuat Hidup Lebih Bahagia dan Bermakna
Dimanapun mereka berada, apakah itu di tempat kerja, di rumah ataupun berkumpul dengan teman-teman, orang dengan kecerdasan emosional yang tinggi akan membawa kebahagiaan bagi sesamanya. Terkadang arti bahagia bagi mereka tidak harus sebuah kekayaan. Bersyukur akan nikmat yang didapat hari ini dan membantu orang lain yang membutuhkan pertolongannya akan membuat mereka merasa bahagia dan bermakna.

6. Mereka Tahu Bagaimana Mengeluarkan Energi Mereka secara Bijak
Mereka yang dikaruniai kecerdasan emosional tinggi, tahu bagaimana memanfaatkan energi mereka dengan bijak. Mereka tidak akan menghabiskan waktu untuk hal-hal yang percuma saja. Mereka akan fokus pada tindakan-tindakan yang akan membawa manfaat bagi sesamanya.

7. Terus Belajar dan Berkembang
Mereka yang memiliki kecerdasan emosional tinggi sadar, bahwa apa yang ia ketahui saat ini masih belumlah apa-apa. Baginya, belajar bukanlah 12 tahun wajib belajar dan 4 tahun kuliah. Wajib belajar adalah seumur hidup. Mereka selalu terbuka akan hal-hal baru dan berani mencoba berbagai macam tantangan yang akan membuat mereka berkembang. Kritik dan saran dari orang lain akan dijadikan sebagai referensi baru dalam mengambil langkah dan keputusan di masa yang akan datang.

Palu Menghancurkan KACA

Palu menghancurkan kaca, tapi palu membentuk baja

Apa makna dari pepatah kuno Rusia ini ?

Jika jiwa kita rapuh seperti kaca, maka ketika palu masalah menghantam kita, maka dg mudah kita putus asa, frustasi, kecewa, marah dan jadi remuk redam.

Jika kita adalah kaca, maka kita juga rentan terhadap benturan. Kita mudah tersinggung, kecewa, marah, atau sakit hati saat kita berhubungan dengan orang lain. Sedikit benturan sdh lebih dari cukup untuk menghancurkan hubungan kita.

Jangan pernah jadi kaca, tapi jadilah baja. Mental baja adalah mental yg selalu positif, bahkan tetap bersyukur disaat masalah dan keadaan yg benar2 sulit tengah menghimpitnya.

Mengapa demikian ?
Orang yang seperti ini selalu menganggap bahwa masalah adalah proses kehidupan untuk membentuknya menjadi lebih baik.

Sepotong besi baja akan menjadi sebuah alat yg lebih berguna setelah lebih dulu diproses dan dibentuk dg palu. Setiap pukulan memang menyakitkan, namun mental baja selalu menyadari bahwa itu baik untuk dirinya.

Jika hari ini kita sedang ditindas oleh masalah hidup, jangan pernah merespons dengan sikap yg keliru.
Jika kita adalah "baja" kita akan selalu melihat palu yg menghantam kita sbg sahabat yg akan membentuk kita.

Sebaliknya jika kita "kaca" maka kita akan selalu melihat palu sebagai musuh yg akan menghancurkan kita.
Sumber: unknown

Sunday, August 02, 2015

Bagaimana Kita Melihat

Pada suatu ketika, sepasang suami istri, katakanlah nama mereka Smith, mengadakan ‘garage sale’ untuk menjual barang-barang bekas yang tidak mereka butuhkan lagi. Suami istri ini sudah setengah baya, dan anak-anak mereka telah meninggalkan rumah untuk hidup mandiri.

Sekarang waktunya untuk membenahi rumah, dan menjual barang-barang yang tidak dibutuhkan lagi. Saat mengumpulkan barang-barang yang akan dijual, mereka menemukan benda-benda yang sudah sedemikian lama tersimpan di gudang. Salah satu di antaranya adalah sebuah cermin yang mereka dapatkan sebagai hadiah pernikahan mereka, dua puluh tahun yang lampau.

Sejak pertama kali diperoleh, cermin itu sama sekali tidak pernah digunakan. Bingkainya yang berwarna biru aqua membuat cermin itu tampak buruk, dan tidak cocok untuk diletakkan di ruangan mana pun di rumah mereka. Namun karena tidak ingin menyakiti orang yang menghadiahkannya, cermin itu tidak mereka kembalikan.

Demikianlah, cermin itu tersimpan di loteng. Setelah 20 tahun berlalu, mereka berpikir orang yang memberikannya tentu sudah lupa dengan cermin itu. Maka mereka mengeluarkannya dari gudang, dan meletakkannya bersama dengan barang lain untuk dijual keesokan hari.

Garage sale mereka ternyata mendapat banyak peminat. Halaman rumah mereka penuh oleh orang-orang yang datang untuk melihat barang bekas yang mereka jual. Satu per satu barang bekas itu mulai terjual. Perabot rumah tangga, buku-buku, pakaian, alat berkebun, mainan anak-anak, bahkan radio tua yang sudah tidak berfungsi pun masih ada yang membeli.

Seorang lelaki menghampiri Mrs. Smith. “Berapa harga cermin itu?” katanya sambil menunjuk cermin tak terpakai tadi. Mrs. Smith tercengang. “Wah, saya sendiri tidak berharap akan menjual cermin itu. Apakah Anda sungguh ingin membelinya?” katanya.

“Ya, tentu saja. Kondisinya masih sangat bagus.” jawab pria itu. Mrs. Smith tidak tahu berapa harga yang pantas untuk cermin jelek itu. Meskipun sangat mulus, namun baginya cermin itu tetaplah jelek dan tidak berharga.

Setelah berpikir sejenak, Mrs. Smith berkata, “Hmm … anda bisa membeli cermin itu untuk satu dolar.” Dengan wajah berseri-seri, pria tadi mengeluarkan dompetnya, menarik selembar uang satu dolar dan memberikannya kepada Mrs. Smith.

“Terima kasih,” kata Mrs. Smith, “Sekarang cermin itu jadi milik Anda. Apakah perlu dibungkus?” “Oh, jika boleh, saya ingin memeriksanya sebelum saya bawa pulang.” jawab si pembeli..

Mrs. Smith memberikan ijinnya, dan pria itu bergegas mengambil cerminnya dan meletakkannya di atas meja di depan Mrs. Smith. Dia mulai mengupas pinggiran bingkai cermin itu. Dengan satu tarikan dia melepaskan lapisan pelindungnya dan muncullah warna keemasan dari baliknya.

Bingkai cermin itu ternyata bercat emas yang sangat indah, dan warna biru aqua yang selama ini menutupinya hanyalah warna dari lapisan pelindung bingkai itu!

“Ya, tepat seperti yang saya duga! Terima kasih!” sorak pria itu dengan gembira. Mrs. Smith tidak bisa berkata-kata menyaksikan cermin indah itu dibawa pergi oleh pemilik barunya, untuk mendapatkan tempat yang lebih pantas daripada loteng rumah yang sempit dan berdebu.

Kisah ini menggambarkan bagaimana kita melihat hidup kita. Terkadang kita merasa hidup kita membosankan, tidak seindah yang kita inginkan. Kita melihat hidup kita berupa rangkaian rutinitas yang harus kita jalani. Bangun pagi, pergi bekerja, pulang sore, tidur, bangun pagi, pergi bekerja, pulang sore, tidur. Itu saja yang kita jalani setiap hari.

Sama halnya dengan Mr. dan Mrs. Smith yang hanya melihat plastik pelapis dari bingkai cermin mereka, sehingga mereka merasa cermin itu jelek dan tidak cocok digantung di dinding. Padahal dibalik lapisan itu, ada warna emas yang indah.

Padahal di balik rutinitas hidup kita, ada banyak hal yang dapat memperkaya hidup kita.
Setiap saat yang kita lewati, hanya bisa kita alami satu kali seumur hidup kita. Setiap detik yang kita jalani, hanya berlaku satu kali dalam hidup kita. Setiap detik adalah pemberian baru dari Tuhan untuk kita.
Akankah kita menyia-nyiakannya dengan terpaku pada rutinitas? Akankah kita membiarkan waktu berlalu dengan merasa hidup kita tidak seperti yang kita inginkan?

Setelah 20 tahun, dan setelah terlambat, barulah Mrs. Smith menyadari nilai sesungguhnya dari cermin tersebut. Inginkah kita menyadari keindahan hidup kita setelah segalanya terlambat? Tentu tidak. Sebab itu, marilah kita mulai mengikis pandangan kita bahwa hidup hanyalah rutinitas belaka. Mari kita mulai mengelupas rutinitas tersebut dan menemukan nilai sesungguhnya dari hidup kita.

Memelihara Cinta

Robertson MC Quilkin mengundurkan diri dari kedudukannya sebagai Rektor di Universitas Internasional Columbia dengan alasan ingin merawat istrinya, Muriel, yang sakit Alzheimer, yaitu gangguan fungsi otak.
Muriel sudah seperti bayi, tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan untuk makan, mandi dan buang air pun ia harus dibantu. Robertson memutuskan untuk merawat istrinya dengan tangannya sendiri, karena Muriel adalah wanita yang sangat istimewa baginya.

Namun pernah suatu kali ketika Robertson membersihkan lantai bekas ompol Muriel dan di luar kesadaran Muriel malah menyerakkan air seninya sendiri, maka Robertson tiba-tiba kehilangan kendali emosinya. Ia menepis tangan Muriel dan memukul betisnya, guna menghentikannya.

Setelah itu Robertson menyesal dan berkata dalam hatinya, “Apa gunanya saya memukulnya, walaupun tidak keras, tetapi itu cukup mengejutkannya. Selama 44 tahun kami menikah, saya belum pernah memukulnya karena marah, namun kini di saat ia sangat membutuhkan saya, saya memperlakukannya demikian. Ampuni saya, ya Tuhan,”

Lalu tanpa peduli apakah Muriel mengerti atau tidak, Robertson meminta maaf atas hal yang telah dilakukannya.

Pada tanggal 14 Februari 1995, Robertson dan Muriel, memasuki hari istimewa karena pada tanggal itu di tahun 1948, Robertson melamar Muriel. Dan pada hari istimewa itu Robertson memandikan Muriel, lalu menyiapkan makan malam dengan menu kesukaan Muriel dan pada malam harinya menjelang tidur ia mencium dan menggenggam tangan Muriel lalu berdoa, “Tuhan Yesus yang baik, Engkau mengasihi Muriel lebih dari aku mengasihinya, karena itu jagalah kekasih hatiku ini sepanjang malam dan biarlah ia mendengar nyanyian malaikat-Mu. Amin!”

Pagi harinya, ketika Robetson berolah-raga dengan menggunakan sepeda statisnya, Muriel terbangun dari tidurnya. Ia berusaha untuk mengambil posisi yang nyaman, kemudian melempar senyum manis kepada Robertson. Untuk pertama kalinya setelah selama berbulan-bulan Muriel yang tidak pernah berbicara memanggil Robertson dengan suara yang lembut dan bening, “Sayangku…. sayangku…”, Robertson melompat dari sepedanya dan segera memeluk wanita yang sangat dikasihinya itu.
“Sayangku, kau benar-benar mencintaiku bukan?” tanya Muriel.

Setelah melihat anggukan dan senyum di wajah Robetson, Muriel berbisik, “Aku bahagia!” Dan ternyata itulah kata-kata terakhir yang diucapkan Muriel kepada Robertson.

Memelihara dan membahagiakan orang-orang yang sudah memberi arti dalam hidup kita adalah suatu ibadah di hadapan Tuhan. Mengurus suami atau istri yang sudah tak berdaya adalah suatu perbuatan yang mulia. Mengurus ayah, ibu atau mertua adalah tugas seorang anak ataupun menantu. Mengurus kakek atau nenek yang sudah renta dan pikun juga adalah tanggung jawab para cucu. Jangan abaikan mereka yang telah renta, apalagi ketika mereka sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Peliharalah mereka dengan kesabaran dan penuh kasih.

Sikap Dan Ego

Seorang Ibu sangat gembira ketika menerima telegram dari anaknya yang telah bertahun-tahun menghilang. Apalagi ia adalah anak satu-satunya. Maklumlah anak tersebut pergi ditugaskan perang ke Vietnam pada 4 tahun yang lampau dan sejak 3 tahun yang terakhir, orang tuanya tidak pernah menerima kabar lagi dari putera tunggalnya tersebut. Sehingga diduga bahwa anaknya gugur di medan perang. Anda bisa membayangkan betapa bahagianya perasaan Ibu tersebut. Dalam telegram tersebut tercantum bahwa anaknya akan pulang besok.

Esok harinya telah disiapkan segalanya untuk menyambut kedatangan putera tunggal kesayangannya, bahkan pada malam harinya akan diadakan pesta khusus untuk dia, dimana seluruh anggota keluarga maupun rekan-rekan bisnis dari suaminya diundang semua. Maklumlah suaminya adalah Direktur Bank Besar yang terkenal diseluruh ibukota.

Siang harinya si Ibu menerima telepon dari anaknya yang sudah berada di airport.
Si Anak: “Bu bolehkah saya membawa kawan baik saya?”
Ibu: “Oh sudah tentu, rumah kita besar dan kamarpun cukup banyak, bawa saja, jangan segan-segan bawalah!”
Si Anak: “Tetapi kawan saya adalah seorang cacat, karena korban perang di Vietnam.”
Ibu: “……oooh tidak jadi masalah, bolehkah saya tahu, bagian mana yang cacat?” – nada suaranya sudah agak menurun
Si Anak: “Ia kehilangan tangan kanan dan kedua kakinya!”
Si Ibu dengan nada agak terpaksa, karena si Ibu tidak mau mengecewakan anaknya: “Asal hanya untuk beberapa hari saja, saya kira tidak jadi masalah..”
Si Anak: “…tetapi masih ada satu hal lagi yang harus saya ceritakan sama Ibu, kawan saya itu wajahnya juga rusak.. begitu juga kulitnya, karena sebagian besar hangus terbakar, maklumlah pada saat ia mau menolong kawannya ia menginjak ranjau, sehingga bukan tangan dan kakinya saja yang hancur melainkan seluruh wajah dan tubuhnya turut terbakar!”
Si Ibu dengan nada kecewa dan kesal: “Nak, lain kali saja kawanmu itu diundang ke rumah kita, untuk sementara suruh saja tinggal di hotel, kalau perlu biar ibu yang bayar nanti biaya penginapannya..”
Si Anak: “…tetap ia adalah kawan baik saya Bu, saya tidak ingin pisah dari dia!”
Si Ibu: “Coba renungkan nak, ayah kamu adalah seorang konglomerat yang ternama dan kita sering kedatangan tamu para pejabat tinggi maupun orang-orang penting yang berkunjung ke rumah kita, apalagi nanti malam kita akan mengadakan perjamuan malam bahkan akan dihadiri oleh seorang menteri, apa kata mereka apabila mereka nanti melihat seorang anak dengan tubuh yang cacat dan wajah yang rusak. 

 Bagaimana pandangan umum dan bagaimana lingkungan bisa menerima kita nanti? Apakah tidak akan menurunkan martabat kita bahkan jangan-jangan nanti bisa merusak citra binis usaha dari ayahmu nanti.”
Tanpa ada jawaban lebih lanjut dari anaknya telepon diputuskan dan ditutup.
Orang tua dari kedua anak tersebut maupun para tamu menunggu hingga jauh malam ternyata anak tersebut tidak pulang, ibunya mengira anaknya marah, karena tersinggung, disebabkan temannya tidak boleh datang berkunjung ke rumah mereka.

Jam tiga subuh pagi, mereka mendapat telepon dari rumah sakit, agar mereka segera datang ke sana, karena harus mengidetifitaskan mayat dari orang yang bunuh diri. Mayat dari seorang pemuda bekas tentara Vietnam, yang telah kehilangan tangan dan kedua kakinya dan wajahnyapun telah rusak karena kebakar. Tadinya mereka mengira bahwa itu adalah tubuh dari teman anaknya, tetapi kenyataannya pemuda tersebut adalah anaknya sendiri! Untuk membela nama dan status akhirnya mereka kehilangan putera tunggalnya!
Kita akan menilai bahwa orang tua dari anak tersebut kejam dan hanya mementingkan nama dan status mereka saja, tetapi bagaimana dengan diri kita sendiri? Apakah kita lain dari mereka?

Apakah Anda masih tetap mau berkawan:
……. dengan orang cacat?
……..yang bukan karena cacat tubuh saja?
……. tetapi cacat mental atau
……..cacat status atau cacat nama atau
……..cacat latar belakang kehidupannya?
Apakah Anda masih tetap mau berkawan dengan orang
…….yang jatuh miskin?
…… yang kena penyakit AIDS?
…….yang bekas pelacur?
…….yang tidak punya rumah lagi?
…….yang pemabuk?
…….yang pencandu?
…….yang berlainan agama?
Renungkanlah jawabannya hanya Anda dan Tuhan saja yang mengetahunya. Dan yang paling penting adalah “SIKAP” kita dalam memandang suatu hal harus kita ubah menjadi yang lebih baik atau lebih positif. Karena dengan sikap positif secara otomatis akan menumbuhkan sikap rendah hati, peduli terhadap orang lain dan tentunya hal-hal lain yang lebih baik.