Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.( Yohanes 15 : 16 )

Friday, December 30, 2011

PETANI Dan Pohon APEL

i sebuah Desa yang damai dan tentram, tinggallah sebuah keluarga petani yang rajin di kaki bukit. Keluarga yang bahagia ini hanya mempunyai seorang anak perempuan. 

Pada suatu hari, si ayah petani yang rajin ini pergi ke ladangnya diatas bukit untuk bercocok tanam. Tiba-tiba datanglah seorang kakek yang aneh mendekati si Petani itu.

“Pak Tani, saya mempunyai 5 buah biji buah apel yang lezat dan manis sekali. Apabila dirawat dengan baik, maka dalam waktu 2 tahun pohon apel ini akan sudah dapat berbuah lebat. Maukah anda membelinya dengan 10 keping uang perak?”, kata kakek aneh tersebut dengan penuh harap.

Si Petani itu memandangi 5 biji apel itu dengan penuh kecurigaan,”Bagaimana mungkin 5 biji apel ini dihargai 10 keping uang perak?! Mahal sekali. Jangan-jangan kakek aneh ini ingin menipuku,” pikir si Petani itu. 

Namun ketika dia melihat wajah kakek aneh itu tidak menampakkan sedikit pun niat jahat, malah menimbulkan iba di hati Pak Tani. “Kakek ini pasti dalam kesulitan sehingga dia harus menjual biji apel ini, tidak ada salahnya aku membelinya. Kalaupun benih ini tidak tumbuh seperti yang diharapkan, paling tidak saya telah membantunya,” pikir Pak Tani.

“Baiklah saya akan membelinya,” kata Pak Tani. Setelah menerima uang pemberian dari Petani itu, kakek aneh ini segera lenyap dari pandangan. “Sungguh kakek yang aneh,” gumam Pak Tani.

Pada hari itu juga Pak Tani menanam 5 biji apel ini diladangnya. 

Hari berganti hari, Pak Tani dan Ibu Tani bergantian merawat benih apelnya. Terkadang anak perempuannya juga ikut membantu membersihkan rumput liar disekitar pohon apel itu. Dalam waktu singkat 5 benih apel itu tumbuh dengan suburnya. 

Tak terasa 2 tahun telah berlalu. Kelima pohon apel itu benar-benar telah menghasilkan buah-buah apel merah yang besar dan ranum. Ibu Tani dan anaknya segera memetik buah apel yang ranum dan memakannya. 

“Hmm, benar-benar apel yang lezat! Kakek aneh itu tidak menipu kita, Pak,” kata Ibu Tani dengan riang. 

“Jika kita jual ke kota, orang-orang pasti mau membelinya dengan harga tinggi,” timpal Pak Tani sambil membayangkan keuntungan besar yang bakal diperolehnya.

Beberapa hari kemudian, keluarga Petani ini hendak memanen pohon apel mereka. Dengan riang Pak Tani memikul keranjang bambunya pergi ke kebun apel. 

Namun ketika mereka tiba di kebun, alangkah terkejutnya. Kebun apel yang penuh harapan itu telah porak poranda. Ternyata binatang-binatang hutan seperti monyet, burung, babi hutan, tupai dan lain-lain, sedang asyik menikmati buah apel mereka. Mereka telah menghabiskan hampir semua buah apel yang siap panen.

Petani itu pulang dengan tangan hampa dan penuh kekecewaan. Sejak saat itu Pak Tani tidak mau lagi pergi ke kebun apelnya diatas bukit. Mereka telah beralih memelihara hewan ternak di rumahnya.

Tak terasa dua tahun telah berlalu, suatu pagi anak perempuan mereka mengajak bertamasya ke atas bukit, tempat kebun apel mereka dahulu. “Tak ada salahnya kita kesana melihat-lihat kebun apel itu. Lagipula tempat disana sangat indah dan sejuk,” pikir Pak Tani.

Kemudian mereka berangkat ke atas bukit itu. Sesampai disana, alangkah terkejutnya Pak Tani melihat kebun apelnya. “Bbba...bbagaimana mungkin bisa menjadi begini?!” kata Pak Tani tergagap-gagap melihat kebunnya dipenuhi dengan pohon-pohon apel yang sedang berbuah ranum. “Dibukit ini hanya dihuni babi hutan dan burung-burung. Mungkinkah ada orang yang menanam pohon apel di kebun kita?”, kata Pak Tani penuh keheranan.

Anak perempuan mereka berkata,”Tidak ayah, sewaktu para binatang itu memakan buah apel kita, bukankah mereka membuang biji-biji apel itu berserakan di setiap jengkal tanah kebun kita? Biji-biji itu ternyata tumbuh menjadi pohon-pohon apel ini.”

“Ya Tuhan, buahnya lebih lebat daripada pertama kali kita menanamnya. Ini baru benar-benar panen besar”, ujar Petani itu dengan penuh rasa syukur.
_____________________________________--

Pelajaran apa yang dapat kita petik dari cerita ini? Pengalaman pak Tani ini memberikan contoh pada kita bahwa janganlah melakukan sesuatu dengan setengah-setengah dan harus mengerjakan sesuatu dengan kesungguhan hati. Kecewa sesaat namun tidak patah semangat dapat merubah kegagalan menjadi sebuah keberhasilan.

Belajar Dari CICAK


Cicak tidak bersekolah. Mereka juga tak pernah belajar ilmu bela diri, namun seringkali saat menghadapi bahaya mereka terbukti jauh lebih pandai daripada kita. Saat bahaya menghadang, seekor cicak akan melepas ekornya untuk mengecoh pihak pemangsa. Mungkin banyak dari kita yang sudah mengetahui kenyataan ini.
Namun, seringkali kita tak melakukan tindakan yang cerdik saat diintai bahaya. Apakah bahaya itu? Mungkin bukan predator seperti yang ditakuti oleh si cicak, namun bahaya itu bisa saja berupa kebakaran rumah, status sebagai selingkuhan, pacar yang tak lagi menunjukkan cintanya, dan lain sebagainya.Saat rumah dilanda api, banyak orang lebih menyayangkan ‘ekor’nya daripada melepasnya. Ekor itu bisa berarti uang, TV, kalung emas, HP, panci baru beli, hingga surat-surat berharga. Bukannya tak penting, saya percaya itu semua berharga. Namun saat keadaan sedemikian genting, manakah yang lebih penting, nyawa atau harta? Lain lagi dengan status sebagai selingkuhan. Sudah ketahuan pihak istri, masih saja enggan putus dengan kekasih terlarang.
Apa bukan nekat dan cari perkara itu namanya. Belum lagi dengan pacar yang sudah nyata-nyata tak memperlihatkan sikap sayang, apakah masih ingin bertahan hanya karena “aku masih sayang dia”?  Kan masih banyak pria lain yang mau perhatian dan sayang, ngapain bertahan dengan yang jelas-jelas sudah ogah. Belajar dari beberapa contoh di atas, kita semua diajak untuk peka saat ‘bahaya mengancam’. Haruskah kita melepas atau mempertahankan? Jika melepas adalah hal terbaik yang memang harus dilakukan maka lepaskan saja.

Friday, December 09, 2011

Keledai Terpeleset

Seorang pedagang, menuntun keledainya untuk melewati sebuah sungai yang dangkal.

Selama ini mereka telah melalui sungai tersebut tanpa pernah mengalami satu pun kecelakaan, tetapi kali ini, keledainya tergelincir dan jatuh ketika mereka berada tepat di tengah-tengah sungai tersebut.

Ketika pedagang tersebut akhirnya berhasil membawa keledainya beserta muatannya ke pinggir sungai dengan selamat, kebanyakan dari garam yang dimuat oleh keledai telah meleleh dan larut ke dalam air sungai.

Gembira karena merasakan muatannya telah berkurang sehingga beban yang dibawa menjadi lebih ringan, sang Keledai merasa sangat gembira ketika mereka melanjutkan perjalanan mereka.

Pada hari berikutnya, sang Pedagang kembali membawa muatan garam. Sang Keledai yang mengingat pengalamannya kemarin saat tergelincir di tengah sungai itu, dengan sengaja membiarkan dirinya tergelincir jatuh ke dalam air, dan akhirnya dia bisa mengurangi bebannya kembali dengan cara itu.

Pedagang yang merasa marah, kemudian membawa keledainya tersebut kembali ke pasar, dimana keledai tersebut di muati dengan keranjang-keranjang yang sangat besar dan berisikan spons.

Ketika mereka kembali tiba di tengah sungai, sang keledai kembali dengan sengaja menjatuhkan diri, tetapi pada saat pedagang tersebut membawanya ke pinggir sungai, sang keledai menjadi sangat tidak nyaman karena harus dengan terpaksa menyeret dirinya pulang kerumah dengan beban yang sepuluh kali lipat lebih berat dari sebelumnya akibat spons yang dimuatnya menyerap air sungai.

Orang Kaya Yang Baik Hati

Pada zaman dahulu kala, terdapat sebuah desa kecil yang sederhana dan indah.

Disana ada seorang yang kaya raya yang baik, yang suka menolong orang lain.

Terkadang, tetangga rumah datang meminjam bahan pangan padanya. Namun karena tetangganya banyak yang miskin, maka ketika mereka hendak mengembalikan bahan pangan yang dipinjaminya itu, orang kaya itu tidak mau menerima.

Para tetangga merasa bahwa orang kaya ini sudah berbaik hati meminjamkan bahan pangan, itu sudah sangat membantu, mana boleh tidak mengembalikan? Tidak, harus dikembalikan kepadanya.

Lalu orang kaya ini memotong 2 bagian kendi besarnya, sebagian besar dan sebagian lagi kecil.

Ketika tetangga datang untuk meminjam bahan pangan, tuan Yang menimbang dengan centong besar, centong demi centong bahan pangan dipinjamkannya kepada tetangga.

Pada saat tetangga mengembalikan bahan pangan yang dipinjamnya itu, tuan Yang menimbangnya dengan centong kecil, hanya mengambil sedikit saja.

Diusianya yang ke-80 musim gugur tahun itu, tanaman gandum juga telah matang, orang kaya itu bermaksud hendak ke ladang untuk melihat sejenak gandumnya. Lalu, dengan terhuyung-huyung ia menopang tongkat pergi ke ladang gandumnya seorang diri.

Tiba-tiba, langit tertutup oleh awan hitam, petir bergemuruh di ladang. Melihat keadaan seperti ini, dalam benaknya dia berpikir , “Saya sudah tua, tidak bisa jalan lagi, lebih baik mati disini saja!”

Saat itulah, orang kaya itu mendengar satu suara keras bergema di ladangnya, “Dewa guntur, dewi petir dan naga laut, kalian dengar baik-baik, orang kaya yang baik saat ini berada di ladang rumahnya, setitik airpun tidak boleh kalian teteskan di atas gandumnya!”

Setelah lama berlalu, hujan yang disertai petir akhirnya berhenti, orang kaya itu bangun dari atas ladangnya dan begitu melihat, tidak ada setetes airpun membasahi ladang gandum tempat ia berbaring, sedangkan ladang gandum orang lain semuanya terbenam air.

Setelah orang kaya itu pulang ke rumah, ia menceritakan kepada putra-putrinya tentang peristiwa yang dialaminya itu, lantas dengan disertai putra-putrinya mereka berlutut menyembah, memanjatkan puji syukur dan terimakasih atas anugerah Yang Maha Kuasa.
______________________________

Mengapa kilatan petir tidak sampai melukai orang kaya yang baik hati itu?

Sebab seumur hidupnya ia memperlakukan orang dengan baik, selalu memikirkan kepentingan orang lain.

Kita harus selalu ingat prinsip bahwa baik dan jahat ada balasannya, percaya bahwa setiap hal yang dilakukan manusia, baik yang kecil maupun besar, Yang Maha Kuasa selalu melihatnya. Karena itu, semua orang berusaha berbuat hal yang baik, tidak melakukan perbuatan jahat.

Jepit Rambut

Dikisahkan seorang Raja memiliki tujuh Putri, ketujuh Putri yang cantik ini adalah kebanggaan Raja, kesayangan beliau.

Semua orang tahu perihal rambut panjang mereka yang hitam berkilauan itu. Dan dikenal hingga seluruh pelosok negeri. Karena itu, Raja menghadiahkan kepada mereka masing-masing 100 jepit rambut yang indah. Karena mereka sangat memperhatikan penampilannya, terutama pada rambut mereka.

Suatu pagi, Putri sulung sang Raja bangun dari tidurnya, dan seperti biasa ia menata rambutnya dengan jepitan rambut. Namun ia mendapati jepitan rambutnya kurang satu, lalu secara diam-diam ia ke kamar Putri kedua Raja, dan mengambil satu jepitan rambut.

Begitu halnya dengan Putri kedua ketika mendapati jepitan rambutnya kurang satu, lalu ia ke kamar Putri ketiga untuk mengambil jepit rambutnya.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Putri ketiga, saat ia mendapati jepitan rambutnya kurang satu, lalu dengan diam-diam ia ke kamar Putri keempat.

Putri keempat juga melakukan hal yang sama dengan putri-putri sebelumnya mengambil jepitan rambut saudarinya, Putri kelima.

Demikian juga dengan Putri kelima, ia mengambil jepitan rambut Putri keenam dan Putri keenam terpaksa juga mengambil jepitan rambut Putri ketujuh.

Akibatnya, jepitan rambut Putri ketujuh hanya tersisa 99 buah. Dan dia tak bisa melakukan hal seperti kakaknya.

Keesokannya, pangeran dari negeri tetangga yang tampan dan gagah tiba-tiba berkunjung ke istana, dan katanya kepada sang Raja: “Kemarin, burung Murai piaraan saya menggondol sebuah jepitan rambut, saya pikir ini pasti kepunyaan para putri, dan ini sepertinya suatu takdir yang unik, tidak tahu putri mana yang kehilangan jepitan rambut ini?”

Para putri Raja telah mendengar hal ini, dan dalam benak mereka masing-masing hendak berkata : “Punya saya, punya saya.”

Hanya Putri ketujuh yang ke luar sambil berkata: “Jepitan rambut saya hilang satu.”

Baru saja selesai berkata, rambut panjangnya yang indah jatuh tergerai karena kurang sebuah jepitan rambut. Dan sang Pangeran tak bisa tidak menjadi terkesima melihatnya.

Akhir dari cerita, sudah pasti sang Pangeran dan Putri Raja tersebut hidup bahagia selamanya sejak itu.
__________________________________

Mengapa begitu ada kekurangan, lalu berusaha keras untuk melengkapinya?

Seratus buah jepitan rambut, bak seperti sebuah kehidupan yang utuh sempurna. Namun dengan berkurangnya satu jepitan rambut, keutuhan ini terasa menjadi tidak lengkap.

Namun, justru karena kekurangan itu, kelak akan ada perubahan (baik), kemungkinan yang tak terhingga, bukankah ini sebuah peristiwa yang patut disyukuri!

Lantas bagaimana menghadapi kekurangan dalam perjalanan hidup yang tak terhindarkan?

Menghindar belum tentu dapat mengelakkan. Menghadapi belum tentu menyedihkan,

seorang diri (kesepian) belum tentu tidak bahagia. Mendapatkan belum tentu bisa kekal abadi. Kehilangan belum tentu tidak akan memiliki lagi.

Jangan terburu-buru berkata tiada pilihan lain jangan mengira di dunia ini hanya ada benar dan salah.

Jawaban sejumlah besar peristiwa bukan hanya ada satu. Jadi, selamanya ada jalan keluar bagi kita. Anda bisa mendapatkan alasan untuk sedih, tapi Anda juga bisa mendapatkan alasan untuk gembira.

Rela Berkorban

Pada zaman dahulu hiduplah dua orang jendral perang besar, Cyrus dan Cagular. Cyrus adalah raja Persia yang terkenal. Sedangkan Cagular adalah kepala suku yang terus-menerus melakukan perlawanan terhadap serbuan pasukan Cyrus, yang bertekat menguasai Persia. Pasukan Cagular mampu merobek-robek kekuatan tentara Persia sehingga membuat berang Cyrus karena ambisinya untuk menguasai perbatasan daerah selatan menjadi gagal. Akhirnya, Cyrus mengumpulkan seluruh kekuatan pasukannya, mengepung daerah kekuasaan Cagular dan berhasil menangkap Cagular beserta keluargnya. Mereka lalu dibawa ke ibu kota kerajaan Persia untuk diadili dan dijatuhi hukuman.

Pada hari pengadilan, Cagular dan istrinya dibawa ke sebuah ruangan pengadilan. Kepala suku itu berdiri menghadapi singgasana, tempat Cyrus duduk dengan perkasanya. Cyrus tampak terkesan dengan Cagular. Ia tentu telah mendengar banyak tentang kegigihan Cagular. "Apa yang akan kau lakukan bila aku menyelamatkan hidupmu?" tanya sang kaisar. "Yang mulia," jawab Cagular, "Bila Yang Mulia menyelamatkan hidup hamba,hamba akan kembali pulang dan tunduk patuh pada Yang Mulia sepanjang umur hamba." "Apa yang akan kau lakukan bila aku menyelamatkan hidup istrimu?" tanya Cyrus lagi.

"Yang mulia, bila Yang Mulia menyelamatkan hidup istri hamba, hamba bersedia mati untuk Yang Mulia," jawab Cagular. Cyrus amat terkesan dengan jawaban dari Cagular. Lalu ia membebaskan Cagular dan istrinya. Bahkan ia mengangkat Cagular menjadi gubernur yang memerintah di provinsi sebelah selatan.

Pada perjalanan pulang, Cagular dengan penuh antusias bertanya pada istrinya, "Istriku, tidakkah kau lihat pintu gerbang kerajaan tadi? Tidakkah kau lihat koridor ruang pengadilan tadi? Tidakkah kau lihat kursi singgasana tadi? Itu semuanya terbuat dari emas murni! Gila!"
Istri Cagular terkejut mendengar pertanyaan suaminya, tetapi ia menyatakan, "Aku benar-benar tidak memperhatikan semua itu." "Oh begitu!" tanya Cagular terheran-heran, " Aneh, lalu apa yang kau lihat tadi?" Istri Cagular menatap mata suaminya dalam-dalam. Lalu ia berkata, "Aku hanya melihat wajah seorang pria yang mengatakan bahwa ia bersedia mati demi hidupku."

Apakah Anda tahu demi apa Anda mati? Demi kekasih Anda? Rumah? Negara? Keyakinan? Kebebasan? Cinta? Tentukan demi apa Anda bersedia untuk mati,dan Andapun akan menemukan demi apa Anda hidup. Hiduplah demi sesuatu yang Anda bersedia untuk berkorban, bahkan mati pun rela, maka Anda akan hidup dengan penuh. Anda pun akan menemukan bagaimana Anda bisa berbahagia. (suaramerdeka)

Lepaskan

Di suatu hutan hiduplah sekelompok monyet. Suatu hari,tatkala mereka tengah bermain, tampak oleh mereka sebuah toples kaca berleher panjang dan sempit pada bagian bawah tertanam di tanah. Di dasar toples itu ada kacang dengan dibubuhi dengan aroma yang disukai monyet.

Rupanya toples itu adalah perangkap yang ditaruh di sana oleh seorang pemburu. Salah seekor monyet muda mendekat dan memasukkan tangannya ke dalam toples untuk mengambil kacang-kacang tersebut. Akan tetapi tangannya yang terkepal menggenggam kacang tidak dapat dikeluarkan dari sana karena kepalan tangannya lebih besar daripada ukuran leher toples itu.

Monyet ini meronta ronta untuk mengeluarkan tangannya itu, namun tetap saja gagal. Seekor monyet tua menasihati monyet muda itu: `Lepaskanlah kepalanmu atas kacang-kacang itu! Engkau akan bebas dengan mudah! Namun monyet muda itu tidak mengindahkan anjuran tersebut, tetap saja ia bersikeras menggenggam kacang itu.

Beberapa saat kemudian, sang pemburu datang dari kejauhan. Sang monyet tua kembali meneriakkan nasihatnya: `Lepaskanlah kepalanmu sekarang juga agar engkau bebas!Monyet muda itu ketakutan, namun tetap saja ia bersikeras untuk mengambil kacang itu. Akhirnya, ia tertangkap oleh sang pemburu.

Renungan,
Demikianlah, kadang kita juga sering mencengkeram dan tidak rela melepaskan hal-hal yang sepatutnya kita lepaskan: kemarahan, kebencian, iri hati, ketamakan, dan sebagainya. Apabila kita tetap tak bersedia melepas, tatkala kematian datang menangkap kita, semuanya akan terlambat sudah.

Bukankah lebih mudah jika kita melepaskan setiap masalah yang lampau, dan menatap hari esok dengan lebih cerah? Bukankah dunia akan menjadi lebih indah jika kita bisa melepaskan "kepalan" kita dan membagi kebahagiaan dengan orang lain?
.

Buat tanganmu terbuka untuk selalu siap merengkuh masa depan... terbuka menyambut sahabat... Its True sob....