Hari ini saya mendengar sebuah kisah mengharukan dari seorang teman. Ada seorang nenek setiap hari membuat nasi kotak kasih. Satu kotak nasi seharga enam ribu rupiah, dalam nasi kotak tersebut berisi daging dan empat jenis sayuran, keseluruhan nasi kotak ini terlihat mewah.
Teman saya bertanya kepada nenek itu, “Mengapa Anda jual nasi kotak itu begitu murah?”
Nenek itu berkata, sekarang situasi ekonomi sedang lesu, sangat sulit mencari uang. Banyak anak kecil tidak memiliki uang jajan untuk membeli makanan, ataupun membayar uang sekolah. Sedangkan orang dewasa sangat sulit mendapatkan pekerjaan, walaupun sudah mendapatkan pekerjaan gajinya juga sangat minim.
Oleh karenanya Nenek sangat berharap bisa membuat kelompok pekerja menghabiskan uang yang paling minim, bisa menikmati nasi kotak yang bergizi. Dia juga sangat berharap orang lain bisa meniru tindakannya, agar lebih banyak orang lagi yang bisa memberikan perhatian kepada kaum buruh dan pekerja tingkat menengah bawah.
“Lantas, berapakah modal Nenek untuk membuat satu kotak nasi? Jika uangnya tidak mencukupi siapa yang mendukung Nenek?” tanya teman saya.
Nenek itu berkata, “Sekarang ini harga barang terus naik, modal untuk membuat satu kotak nasi sebesar sepuluh ribu rupiah, berapa uang yang Nenek miliki maka sebanyak itu nasi kotak yang akan Nenek buat. Jika uang hasil penjualan tidak mencukupi, maka dia akan mengambil uang bulanan dari anaknya untuk menutupi kekurangan itu.
Akhirnya teman saya itu bertanya lagi, “Apakah keluarga Nenek mendukung kebaikan ini?”
Nenek itu mengatakan, putranya pernah menasehatinya untuk menikmati hari tua, tanpa perlu bersusah payah setiap hari membuat nasi kotak. Sibuk bekerja dari siang hingga malam. Tetapi putranya melihat nenek melakukan hal ini dengan riang gembira, akhirnya dia mendukung keinginan Nenek.
Nenek itu menambahkan, perbuatan baik bisa dan boleh dilakukan setiap orang. Asalkan semua orang bersedia mengorbankan sedikit rasa kasih, maka masyarakat ini semakin lama makin mempunyai harapan.
Seorang Ibu negara AS pernah mengatakan, “Ada orang yang memberikan waktu, ada orang yang menyumbangkan uang, ada yang menyediakan teknik dan relasi mereka, ada pula yang benar-benar mengorbankan jiwa dan raganya. Dapat dikatakan setiap orang memiliki sesuatu yang bisa didermakan. Jiwa dan kasih kesemuanya ini disulut dan membara dari lubuk hati kebaikan.”
Ketika kita hidup di tengah-tengah masyarakat, mungkin bisa merasakan realitas masyarakat, lingkungan yang dingin tidak ada kepedulian. Juga mungkin sekarang ini kita tidak bisa mengubah apapun, juga tidak bisa menuntut orang lain untuk meniru kita. Tetapi kita bisa mengubah diri kita sendiri.
Jika semua orang bisa berpikir pada sudut kebaikan, bisa lebih dulu memikirkan orang lain sebelum melakukan sesuatu, maka dunia ini akan lebih indah, sumber dari kebaikan ini akan terus mengalir selamanya. (Wen Qi/The Epoch Times)
No comments:
Post a Comment