Di sebuah kelas sekolah dasar seorang guru memberikan tugas kepada murid-muridnya tentang menulis kreatif. Guru tersebut bercerita tentang semut dan belalang. “Semut berkerja keras selama musim panas dan mengumpulkan persediaan makanan. Tetapi belalang bermain selama musim panas dan tidak bekerja. Kemudian musim dingin datang. Belalang mulai kelaparan karena tidak memiliki makanan. Jadi dia datang ke rumah semut dan mengemis. 'Semut, tolonglah saya, berilah saya makanan.' Nah anak-anak, tugas kalian adalah menulis akhir cerita tersebut.”
Mark, salah satu muridnya mengangkat tangan, "Guru, bolehkan saya menggambar?"
"Tentu saja, kamu boleh menggambar. Tetapi kamu harus menulis akhir cerita itu dulu." Kertas-kertas dikumpulkan. Kebanyakan murid menulis bahwa Semut membagi makanannya selama musim dingin dan baik semut maupun Belalang bertahan hidup.
Beberapa anak menulis, 'Semut itu berkata, "Tidak, Belalang. Kamu seharusnya bekerja selama musim panas dan tidak bermain-main. Sekarang, saya hanya memiliki cukup makanan untuk diri saya sendiri." Jadi Semut itu hidup dan belalang meninggal.
Tetapi Mark mengakhiri cerita dengan cara yang sangat berbeda. Dia menulis, "Jadi Semut itu memberikan semua dari makanannya kepada Belalang; Belalang melalui musim dingin itu dan hidup. Tetapi sang Semut meninggal." Di dasar halaman, Mark menggambar tiga salib. "Dia memberikan segalanya untuk kita supaya kita beroleh hidup."
Yesus mati agar kita hidup. Yesus hidup agar kita selamat. (Anonim)sumber: www.glorianet.org , akhir february from the desk at gading serpong
No comments:
Post a Comment