Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.( Yohanes 15 : 16 )

Monday, December 06, 2010

Malaikat didalam Mikrolet


Jika ada kesempatan untuk berbuat baik lakukanlah segera, itu mungkin
kesempatan terakhir anda.

Di suatu siang hari bolong, jam satu siang, matahari bersinar terik
membakar gosong kulit setiap pengelana yang nekad berada di jalanan.
Panas yang membakar datangnya tidak hanya dari atas, namun
pantulannya di jalan yang beraspal dan tanah kering tandus juga
menambah parah teriknya. Keadaan seperti ini seharusnya cukup
menyadarkan setiap orang akan dosa-dosanya dan tidak menuju ke neraka.

Angkutan umum tidak terlalu ramai, barangkali sebagian besar sopir
beristirahat atau menunggu di poll karena jam begitu tidaklah banyak
penumpang lalu lalang. Saya naik angkutan umum yang biasa disebut
mikrolet itu dan menjadi penumpang pertama dan satu-satunya. Seperti
biasa saya mengambil tempat di sudut agar tidak di geser-geser
penumpang lain mengingat perjalanan saya cukup panjang. Dalam posisi
seperti ini biasanya saya tidak ingin diganggu karena adalah waktu
dimana saya membiarkan pikiran ini mengembara, entah menghayal,
bermimpi atau berimajinasi.

Selang beberapa waktu naiklah seorang yang sangat tua. Barangkali
usianya belumlah mencapai tujuh puluh tahun namun keadaannya
sangatlah memiluhkan. Badannya kurus dan renta, wajahnya dipenuhi
benjolan-benjolan sebesar kacang polong, matanya merah dan bersinar
lemah dan badanya mengeluarkan bau yang tidak sedap entah disebabkan
oleh penyakitnya atau oleh pakaiannya yang lusuh. Ia mengambil tempat
duduk di depan saya yang walau berusaha tidak perduli tapi sesekali
mengamatinya.

Perjalanan belumlah panjang ketika sopir angkot itu bertanya kepada
orang tua tadi "pak mau turun di mana?". Dan dengan suara berat
dipaksakan ia menjawab "rumah sakit!".

"Aduh pak, kenapa tidak bilang dari tadi, itu Rumah sakitnya sudah
lewat. Bapak turun di sini saja dan ambil angkot lain" kata sopir itu
tanpa belas kasihan sedikit pun. Orang tua itu terlalu lemah sehingga
membutuhkan waktu yang tidak cepat untuk keluar dari angkot tersebut.
Saya satu-satunya penumpang lain disitu tapi badan saya kaku menempal
di jok mobil. Hati saya berteriak keras "ayo, tolong orang tua itu".
Namun badan saya tetap tidak bergerak. Sekali lagi suara hati saya
berteriak bahkan lebih keras lagi "pegang tangannya, goblok!" . Tidak
juga saya lakukan

Dan ketika kedua kakinya menginjak tanah sang sopir langsung menacap
gas dan pergi meninggalkan orang tua itu yang sedang berjuang menjaga
keseimbangan dan mengibas debu yang dihasilkan roda –roda angkot
tersebut. Saya memandangnya dari kaca mobil, dengan penuh belas
kasihan dan rasa bersalah. Entah apa yang menahan tubuh ini dan
membuatnya tidak bekerja sama dengan akal sehat dan suara hati. Saya
seharusnya dapat menolong orang tersebut, menegur sopir yang tidak
manusiawi, membantunya turun, mengantarnya ke RS, menghubungi
keluarganya, atau apa sajalah. Namun semua tidak saya lakukan.
Kenyamanan telah mengalahkan keinginan untuk berbuat baik. Perasaan
tidak ingin ditepotkan telah mendiamkan teriakan suara hati nurani.
Dan sekarang saya punya masalah, karena wajah orang tua itu terus
membayang mengikuti kemana saya pergi : ke sekolah, waktu makan atau
mejelang tidur.

"Apa yang terjadi jika seandainya orang itu adalah malaikat yang
dikirim Tuhan untuk menguji saya?" tanya saya dalam hati. "Habislah
reputasi saya sebagai anak Tuhan jika orang itu memang adalah
malaikatnya" terus menerus saya berkata pada diri sendiri sekan-akan
ingin menghukumnya dengan perasaan bersalah.

Tiga hari kemudian, ayah saya berkata bahwa seorang tak dikenal telah
meninggal di rumah sakit tempat ia bekerja yang adalah rumah sakit
tujuan orang tua tersebut ketika saya bertemu dengannya. Dan ia tidak
memiliki keluarga atau siapapun. Saya tidak punya kesempatan untuk
melihat tampang mayat tersebut, namun dalam bayangan saya orang tua
itulah yang terbaring di sana. Jika benar, saya telah kehilangan
kesempatan untuk berbuat baik yang terakhir kali buatnya.

Pengalaman ini mengubah saya untuk tidak menunda untuk mengulurkan
tangan bagi yang membutuhkan. Pertama mereka mungkin adalah malaikat
yang menjelma, kedua itu mungkin kesempatan terakhir bagi kedua
pihak. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi besok.

Banyak orang Kristen yang merasa terlalu nyaman berada di dalam
gedung gereja yang ber AC dan berkarpet tebal. Para pendeta juga
lebih senang melayani di tempat yang menjanjikan uang daripada
menjanjikan jiwa. Sementara itu di sekitar kita masih banyak malaikat-
malaikat yang berkeliaran menyerupai pengemis, gelandangan, pengamen
dan anak-anak kecil di lampu merah.

Terlalu banyak orang yang membutuhkan berada di sekitar kita yang
tentu tidak masuk akal jika kita harus menolong semuanya. Namun,
paling tidak ulurkan tangan kepada orang yang Tuhan kirim kepada Anda.

Tuhan Yesus memberkati hidupmu. Amin

No comments: