Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.( Yohanes 15 : 16 )

Saturday, January 15, 2011

Belajar dari seorang Penjual Kue


Ada seorang Bocah Kecil yang setiap pulang sekolah selalu membantu ibunya berjualan kue hingga menjelang malam. Seperti biasa, siang itu si Bocah menjajakan kuenya di keramaian kota. Dia melihat seorang pemuda sedang makan di sebuah depot. Si Bocah Penjaja Kue ini pun menghampirinya.

“Om, silahkan dipilih kuenya, Om… kue buatan ibu saya enak lho, Om…” katanya menawarkan kue kepada si Pemuda.

“Maaf ya, Dik. Saya sedang makan.” kata si Pemuda menolak dengan ramah.

Si Bocah tidak menyerah, dia tunggu sesaat sampai si Pemuda menyelesaikan makannya. Dia hampiri lagi si Pemuda itu. Dan lagi-lagi si Pemuda menolak dengan ramah, ”Wah... maaf, Dik, saya sudah kenyang. Porsi makannya tadi banyak sih...”

Si Penjual Kue terus memperhatikan si Pemuda sambil berpikir bagaimana caranya menjual kue kepada si Pemuda. Saat si Pemuda meninggalkan depot, dia hampiri sekali lagi dengan berharap siapa tahu Pemuda itu mau membeli kuenya untuk oleh-oleh.

”Om, mau beli kue saya, Om? Bisa untuk oleh-oleh keluarga di rumah...” katanya lagi.

Si Pemuda memang tidak ingin membeli kue, namun dia merasa kasihan kepada si Bocah, dan mungkin juga risih karena terus-terusan dikejar. Dia keluarkan uang yang cukup banyak dari kantongnya.

”Dik, ini uang buat kamu, dan ini sedekah dari saya.” kata si Pemuda menyerahkan uangnya.

”Tapi, Om, uang ini bisa dapat beberapa kue untuk oleh-oleh,” kata si Bocah.

”Ya, tapi saya lagi tidak pingin kue. Jadi, sedekah saya ini kamu terima saja ya...” jawab si Pemuda sedikit memaksa.

Setelah mengucapkan terima kasih, si Bocah pun pergi. Untuk beberapa saat, si Pemuda sempat memperhatikannya. Si Bocah menghampiri seorang pengemis tua, dan kemudian memberikan uang yang diterimanya dari si Pemuda. Tentu saja, si Pemuda merasa aneh, karena dia perhatikan sepertinya tidak ada hubungan apa-apa antara si Bocah dengan si Pengemis. Dia pun menghampiri Bocah itu lagi.

”Dik, maaf ya... kenapa uang yang saya kasih malah kamu kasihkan ke pengemis? Bukannya itu rejeki buat kamu?”

Si Bocah pun tersenyum, ”Maaf, Om. Saya sudah janji sama Ibu kalau saya mau bantu Ibu berjualan kue ini, bukan untuk jadi pengemis. Jadi, saya akan bangga kalau uang yang saya kasih ke Ibu nanti adalah uang hasil kerja keras saya jualan kue, walaupun mungkin tidak seberapa dibandingkan uang mereka yang mengemis. Ibu pasti juga bangga pada saya, karena Ibu tidak mau anak-anaknya jadi pengemis.”

”Wah! Kamu bener-bener luar biasa! Tapi, sebentar, itu kan berarti kamu menolak rejeki yang Tuhan berikan kepadamu melalui tangan saya?” si Pemuda mencoba berargumentasi.

”Tadi waktu Om kasih ke saya, kan saya tidak menolaknya, Om...” si Bocah pun berkilah.

Si Pemuda pun tertawa, tak lagi bisa membantah. Dia terkagum-kagum pada sikap si Penjual Kue yang, menurut usia, masih sangat muda untuk sebuah semangat pantang menyerah serta mempertahankan Kehormatan diri dan keluarganya dengan Bekerja, bukan mengemis.

Suatu pantangan bagi Keluarga Sederhana ini untuk menjadi pengemis. Si Bocah ingin selalu melihat senyum kebanggaan dari Sang Ibu setiap kali dia pulang ke rumah. Dan senyuman yang tulus penuh kasih itu harus dia balas dengan sebuah Perjuangan yang terbaik, apapun hasilnya.

Hanya karena kekagumannya pada sang Bocah, si Pemuda itu akhirnya memborong semua kue yang dijajakan oleh Pahlawan Kecil itu.

”Lho, katanya tadi Om lagi tidak pingin kue...? Kok sekarang malah dibeli semua?” si Bocah yang lugu itu masih bertanya juga sambil memasukkan kue-kuenya ke dalam kantong plastik.

”Kan tadi kamu sendiri yang bilang kuenya untuk oleh-oleh,” kata si Pemuda, ”nanti saya mau berikan kue-kue ini pada anak-anak di sekitar rumah saya, dan saya akan bagikan semangatmu yang pantang menyerah itu kepada mereka melalui kue-kue ini... Semoga lebih banyak lagi anak-anak yang sepertimu di negeri ini...”

Sang Bocah pun mengucapkan terima kasih dan pergi meninggalkan si Pemuda dengan wajah ceria, siap menyambut senyuman penuh kasih dan kebanggaan yang akan diberikan oleh Sang Ibu di rumah.

Si Pemuda tersenyum haru bercampur bangga menyaksikan keceriaan Sang Pahlawan itu.

Dari seorang Bocah Kecil yang polos itu dia belajar:

”Apapun hasilnya, memperjuangkan sebuah Kehormatan dan Kemuliaan pasti memberikan Kebanggaan yang tak terbeli dengan materi seberapapun banyaknya. Dan seberapa pun hasilnya, menjalani sebuah pekerjaan mulia jauh lebih terhormat daripada hanya berpangku tangan mengais belas kasihan orang lain, apalagi kalau mencuri dan merampok yang bukan haknya..."

No comments: