Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.( Yohanes 15 : 16 )

Sunday, January 30, 2011

Pengorbanan Bapa


Seperti biasanya setelah beberapa nyanyian pujian pada Kebaktian Minggu petang, Pendeta gereja itu per-lahan-lahan berdiri dan berjalan menuju mimbar. Namun kali ini sebelum ia memulai kotbahnya, secara singkat ia memperkenalkan seorang Pendeta tamu yang hadir pada Kebaktian petang itu.

Dalam ucapan perkenalan itu si Pendeta menyebutkan bahwa Pendeta tamu tersebut adalah teman karibnya sewaktu ia masih kanak-kanan dan ia meminta kepadanya untuk memperkenalkan dirinya kepada. Jemaat dan berbagi sedikit pengalaman yang mungkin bermanfaat untuk disampaikan dalam Kebaktian petang itu. Kemudian Pendeta tua itu mengayunkan langkahnya menuju keatas mimbar dan mulai berbicara.

"Seorang ayah dan anaknya serta seorang teman dari anaknya itu pergi berlayar di Pantai Lautan Pasifik, ketika angin topan dahsyat menghalangi usaha mereka untuk kembali ketepi pantai," demikian ia memulai ceritanya. "Gelombang ombak sedemikian besar dan kerasnya membuat sang ayah yang walaupun adalah seorang pelaut yang handal, tidak dapat menguasai kapal layarnya lagi dan kapal itupun terbalik menenggelamkan mereka bertiga ke dalam air."
Pendeta tua itu berhenti sejenak dan beradu pandangan dengan 2 orang anak remaja duduk didepan mimbar yang sejak mulai Kebaktian kelihatannya sangat tertarik dengan ceritanya.

Pendeta tua itu mulai meneruskan ceritanya, "Dengan memegang pelampung penyelamat bertali, sang ayah harus membuat keputusan yang paling krusial dalam hidupnya: kepada siapa ujung tali pelampung itu harus di lemparkan. Ia hanya mempunyai beberapa detik untuk memutuskan. Sang ayah tahu bahwa anaknya adalah seorang Kristen sedangkan teman anaknya itu bukan."

Gelombang yang ganas tidak dapat lama menunggu keputusan sang ayah sehingga ia segera melemparkan ujung tali pelampung itu kepada teman anaknya sambil berteriak, 'Anakku, aku mencintaimu, nak!' Pada saat sang ayah menarik teman anaknya itu kembali ke kapal yang terbalik itu, anaknya sendiri sudah menghilang ditelan oleh ganasnya gelombang dimalam yang kelam itu. Dan tubuhnya tidak pernah diketemukan lagi.
Kedua anak remaja yang duduk didepan mimbar tersebut dengan cemas tidak sabar lagi menunggu lanjutan cerita yang keluar dari mulut Pendeta tua itu.

Pendeta tua melanjutkan, sang ayah tahu bahwa anaknya berangkat menuju ketempat kekal bersama dengan Yesus dan ia tidak dapat membayangkan apa jadinya kalau teman anaknya itu yang harus berangkat tidak bersama dengan Yesus. Itulah sebabnya ia mengorbankan anaknya sendiri untuk menolong teman anaknya itu."

"Betapa besarnya kasih Allah sehingga Ia harus melakukan hal yang sama untuk kita. Allah Bapa Surgawi sudah mengorbankan Anak TunggalNya supaya kita bisa diselamatkan. Saya mohon supaya kalian semua bersedia menerima tawaranNya untuk menolong anda dan memegang erat ujung tali pelampung penyelamat yang Dia lemparkan kepada anda dalam kebaktian ini."

Keheningan memenuhi ruangan gereja begitu Pendeta tua tersebut kembali ke tempat dan duduk di kursinya. Setelah kebaktian selesai, kedua anak remaja yang duduk di depan mimbar tadi ndatang menemui Pendeta tua. Salah seorang darinya dengan sopan berkata, "Itu ntadi adalah suatu cerita yang sangat bagus tapi saya rasa tidak realistis karena sangat tidak masuk akal bagi seorang ayah yang rela mengorbankan anaknya sendiri dengan harapan bahwa teman anaknya itu akan menjadi Kristen."

"Yah, mungkin kamu benar dari sudut pandangmu," jawab Pendeta tua itu sambil melirik ke Alkitabnya yang sudah lusuh. Kemudian dengan senyuman yang melebar di wajahnya ia memandang kedua anak remaja itu dan berkata," Nampaknya tidak realistis, bukan? Tetapi saya berdiri di sini hari ini untuk mengatakan kepada kalian bahwa dari pengalaman cerita saya tadi, saya benar-benar tahu bagaimana perasaan dari Allah Bapa yang sudah mengorbankan AnakNya bagi saya. Ketahuilah bahwa... sebenarnya saya ini adalah ayah dari anak dalam cerita saya tadi dan Pendeta kalian disini adalah teman anak saya itu." (TDmail)

"Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkanNya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?" (Roma 8:32)

No comments: