Dari kejauhan, lampu lalu-lintas di perempatan itu masih menyala hijau.
Jack segera menekan pedal gas kendaraannya. Ia tak mau terlambat. Apalagi
ia tahu perempatan di situ cukup padat, sehingga lampu merah biasanya
menyala cukup lama.
Kebetulan jalan di depannya agak lengang. Lampu berganti kuning. Hati Jack
berdebar berharap semoga ia bisa melewatinya segera. Tiga meter menjelang
garis jalan, lampu merah menyala. Jack bimbang, haruskah ia berhenti atau
terus saja.
"Ah, aku tak punya kesempatan untuk menginjak rem mendadak," pikirnya
sambil terus melaju.
"Prit!" Di seberang jalan seorang polisi melambaikan tangan memintanya
berhenti. Jack menepikan kendaraan agak menjauh sambil mengumpat dalam
hati. Dari kaca spion ia melihat siapa polisi itu. Wajahnya tak terlalu
asing.
Hey, itu khan Bob, teman mainnya semasa SMA dulu. Hati Jack agak lega. Ia
melompat keluar sambil membuka kedua lengannya.
"Hai, Bob. Senang sekali ketemu kamu lagi!"
"Hai, Jack." Tanpa senyum.
"Duh, sepertinya saya kena tilang nih? Saya memang agak buru-buru. Istri
saya sedang menunggu di rumah."
"Oh ya?" Tampaknya Bob agak ragu.
Nah, bagus kalau begitu. "Bob, hari ini istriku ulang tahun. Ia dan
anak-anak sudah menyiapkan segala sesuatunya. Tentu aku tidak boleh
terlambat, dong."
"Saya mengerti. Tapi, sebenarnya kami sering memperhatikanmu melintasi
lampu merah di persimpangan ini."
O-o, sepertinya tidak sesuai dengan harapan. Jack harus ganti strategi.
"Jadi, kamu hendak menilangku? Sungguh, tadi aku tidak melewati lampu
merah. Sewaktu aku lewat lampu kuning masih menyala." ... Aha, terkadang
berdusta sedikit bisa memperlancar keadaan.
"Ayo dong Jack. Kami melihatnya dengan jelas. Tolong keluarkan SIMmu."
Dengan ketus Jack menyerahkan SIM, lalu masuk ke dalam kendaraan dan
menutup kaca jendelanya. Sementara Bob menulis sesuatu di buku tilangnya.
Beberapa saat kemudian Bob mengetuk kaca jendela.
Jack memandangi wajah Bob dengan penuh kecewa. Dibukanya kaca jendela itu
sedikit. Ah, lima centi sudah cukup untuk memasukkan surat tilang. Tanpa
berkata-kata Bob kembali ke posnya.
Jack mengambil surat tilang yang diselipkan Bob di sela-sela kaca jendela.
Tapi, hei apa ini. Ternyata SIMnya dikembalikan bersama sebuah nota.
Kenapa ia tidak menilangku. Lalu nota ini apa? Semacam guyonan atau apa?
Buru-buru Jack membuka dan membaca nota yang berisi tulisan tangan Bob.
"Halo Jack, Tahukah kamu Jack, aku dulu mempunyai seorang anak perempuan.
Sayang, ia sudah meninggal tertabrak pengemudi yang ngebut menerobos lampu
merah. Pengemudi itu dihukum penjara selama 3 bulan.
Begitu bebas, ia bisa bertemu dan memeluk ketiga anaknya lagi.
Sedangkan anak kami satu-satunya sudah tiada. Kami masih terus berusaha dan
berharap agar Tuhan berkenan mengkaruniai seorang anak agar dapat kami
peluk. Ribuan kali kami mencoba memaafkan pengemudi itu. Betapa sulitnya.
Begitu juga kali ini. Maafkan aku Jack. Doakan agar permohonan kami
terkabulkan. Berhati-hatilah. (Salam, Bob)."
Jack terhenyak. Ia segera keluar dari kendaraan mencari Bob. Namun, Bob
sudah meninggalkan pos jaganya entah ke mana. Sepanjang jalan pulang ia
mengemudi perlahan dengan hati tak tentu sambil berharap kesalahannya
dimaafkan.
Tak selamanya pengertian kita harus sama dengan pengertian orang lain. Bisa
jadi suka kita tak lebih dari duka rekan kita. Hidup ini sangat berharga,
jalanilah dengan penuh hati-hati.
No comments:
Post a Comment