INI adalah kisah nyata, bagaimana orang yang berkenan kepada Allah mampu menggunakan penderitaan dan tragedi hidupnya sebagai sumber inspirasi yang memberi kekuatan kepada orang lain.
Victor Frankl seorang Yahudi yang di Austria (26 Maret 1905 - 2 September 1997) dapat mengilhami kita bagaimanakah mampu bersukacita dan hidup yang bermakna untuk kemuliaan Allah. Pada tahun 1942 dia bersama keluarga dan orang-orang Yahudi lainnya diangkut dengan gerbong kereta api dari kota kelahirannya di Wina, Austria menuju di sebuah kota yang bernama Auschwitz.
Mereka dijajar menjadi 2 kelompok kiri dan kanan. Ternyata mereka yang berada di kelompok sebelah kiri semuanya dimasukkan ke dalam kamar gas atau eksekusi tembak. Victor Frankl baru menyadari bahwa yang termasuk di kelompok sebelah kiri adalah ayah, ibu, isterinya yang sedang mengandung dan kakaknya laki-laki. Jumlah yang dieksekusi pada hari itu mencapai 1300 orang. Selama dalam tahanan Victor Frankl seringkali mengalami berbagai kekejaman, penghinaan, kelaparan dan kedinginan. Tetapi semangat hidupnya tidak pernah pudar. Dia belajar bahwa manusia dapat kehilangan segala sesuatu yang dihargainya kecuali kebebasan, yaitu kebebasan untuk memilih atau kemauan akan arti kehidupan. Itu sebabnya dalam bukunya yang berjudul “Man’s Search for Meaning”, Victor Frankl mengemukakan psikologinya yang disebut “Logotherapy” sebab mengulas tentang arti dari eksistensi manusia dan kebutuhan manusia akan makna hidup.
Menurut pengakuan Victor Frankl, sumber kekuatan rohaninya diperoleh saat dia menemukan sobekan kertas di jasad temannya. Sobekan kertas tersebut berisi Ul. 6:4-5, yaitu: “Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu”.
Ayat Alkitab ini menginspirasi Victor Frankl bahwa makna kasih kepada Allah harus dihayati dengan penuh arti walau kehidupan ini sering sewenang-wenang dan dapat mencabut nyawanya. Victor Frankl mampu mengatasi (mentransendensikan) seluruh penderitaannya, sehingga dia mampu memberi respon yang memperkaya rohani dan pemikirannya. Dia tetap mampu bersukacita dan menemukan arti di tengah-tengah kekelaman dan kekejaman hidup.
Setelah dia bebas dari tahanan, Frankl kemudian berperan aktif memberi kekuatan, motivasi dan dorongan untuk menemukan arti hidup bagi banyak orang. Bukankah melalui kisah hidup dari Victor Frankl tersebut kita dapat belajar apa artinya sukacita untuk kemuliaan Allah?
Jika kita telah menerima keselamatan Allah yang telah datang dan nyata di dalam Kristus, maka seharusnya sukacita dan damai-sejahtera kita tidak lagi ditentukan oleh apa yang kita miliki. Semua yang kita miliki suatu saat akan lenyap dan hilang. Tetapi tidak berarti sukacita dan damai-sejahtera Kristus harus ikut lenyap selama kita mau menjadikan Dia sebagai satu-satunya Tuhan dan Raja atas kehidupan kita. Di dalam kuasa iman kepada Kristus, kita dimampukan untuk mengatasi (mentransendensikan) diri kita sehingga berbagai kesusahan, permasalahan, dan tekanan hidup tidak pernah berhasil melumpuhkan atau melumpuhkan kita. Sebaliknya kita makin dimampukan untuk menjadi berkat keselamatan dan sukacita bagi orang-orang di sekitar kita.
Sumber: Khotbah Natal Pdt. Yohanes Bambang Mulyono, 25 Desember 2008
No comments:
Post a Comment