kumpulan ilustrasi kotbah,ilustrasi kristen, ilustrasi kotbah kristen, humor dan artikel rohani , yang dapat digunakan untuk tambahan materi kotbah.
Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.( Yohanes 15 : 16 )
Wednesday, November 03, 2010
Tiga Kelereng
Pada masa-masa susah di sebuah kota kecil Idaho, saya suka mengunjungi toko
kecil di tepi jalan milik Mr Miller yang menyediakan produk segar hasil pertanian.
Makanan dan uang cukup langka pada waktu itu...
dan jual beli dilakukan dengan cara tukar menukar barang.
Satu hari, Mr Miller sedang mengepak kentang-kentang yang saya beli ketika tidak
sengaja saya melihat seorang anak yang kecil kurus kelaparan, compang-camping
tetapi bersih, nampak sedang memilih-milih kacang polong segar yang baru dipetik
di keranjang. Saya membayar untuk kentang-kentang saya sambil
ikut tertarik pada kacang polong tersebut.
Saya adalah penjual kentang dan krim kacang.Saat menimbang kacang polong, tanpa
sadari, saya ikut mendengarkan pembicaraan mereka.
"Halo Barry, bagaimana kabarmu hari ini?" tanya si pemilik toko.
'Halo, Mr Miller. Saya baik, terima kasih ya. Saya cuma mengagumi kacang polong
ini....tampak segar dan bagus-bagus"
"Itu memang bagus Barry. Bagaimana dengan ibu kamu? "
"Oh... dia membaik, dan nampak semakin kuat."
"Bagus. Apa ada yang bisa saya bantu? "
"Tidak, Sir. saya cuma mengagumi kacang polong ini. "
'Apakah kamu ingin beberapa untuk di bawa pulang?" kata Mr Miller.
"Tidak, Sir. Saya tidak ada uang untuk membayar. "
"Jika begitu, apa kamu punya sesuatu sebagai penukar?"
"Saya hanya punya beberapa kelereng hadiah."
"Apakah itu benar? Coba kulihat "kata Mr Miller. "Ini .. bagus. "
"Aku bisa melihatnya. Hmm sayang warnanya biru sedang saya mencari warna merah.
Apakah kamu
memilikinya seperti ini di rumah? "
"Tidak persis tapi hampir sama. "
'Begini saja. Ambil saja dulu kacang polong ini, dan lain kali, kamu bawa
kelereng kamu yang merah'.
kata Mr Miller kepada anak itu.
"Tentu. Terima kasih Mr Miller. "
Ny Miller, yang sedang berdiri tidak jauh, datang untuk membantu saya. Dengan
tersenyum dia berkata,
"Ada dua anak laki-laki lain seperti dia di komunitas kami, ketiganya sama-sama
sangat miskin.
Jim suka tawar-menawar dengan mereka untuk kacang polong, apel, tomat, atau apa
pun.
Jika mereka kembali dengan warna yang diminta, Jim akan berkata bahwa dia sudah
tidak mencari
warna tersebut dan akan menanyakan warna lainnya. Tetapi Jim tetap memberikan
apa saja yang mereka
ingin tukarkan."
Saya meninggalkan toko sambil tersenyum sendiri, terkesan dengan orang ini.
Beberapa waktu kemudian saya pindah ke Colorado, tapi saya tidak pernah lupa
kisah tentang orang ini,
anak-anak, dan cara barter mereka.
Beberapa tahun berlalu dengan cepat. Baru-baru ini saya memiliki kesempatan
untuk mengunjungi beberapa teman lama di komunitas Idaho dan mendengar bahwa Mr
Miller meninggal dunia.
Teman-teman saya berencana untuk berkunjung sore itu dan saya sepakat untuk
ikut.
Saat tiba di tempat jenasah disemayamkan, kita menemui keluarga almarhum untuk
menyampaikan bela sungkawa dan kata-kata penghiburan.
Di depan kami, nampak tiga orang muda. Salah satunya mengenakan seragam tentara
dan
dua lainnya berpotongan rambut bagus, setelan gelap dan kemeja putih ... semua
tampak sangat profesional.
Mereka semua menghampiri Mrs Miller dan berdiri disampingnya sambil tersenyum
kepada jenasah
Mr Miller di dalam peti mati.
Setiap pemuda memeluknya, mencium pipi, bicara singkat dengannya dan pindah ke
peti mati, dengan mata berkaca-kaca, satu per satu, masing-masing pemuda
berhenti sebentar dan meletakkan tangan mereka di atas tangan yang pucat dingin
di peti mati.
Satu persatu meninggalkan tempat itu sambil menyeka mata.
Giliran kami datang menemui Ny Miller. Saya bilang padanya siapa saya dan
mengingatkannya pada kisah dari tahun-tahun yang lalu dan ketika ia bercerita
tentang suaminya yang suka berbarter untuk kelereng.
Dengan mata berkaca-kaca, dia meraih tanganku dan membawa saya ke peti mati.
"Mereka tiga pemuda yang baru saja meninggalkan adalah anak laki-laki yang
kuceritakan dulu.
Mereka hanya mengatakan kepada saya bagaimana mereka menghargai hal-hal yang Jim
'perdagangkan'
pada mereka. Sekarang, pada akhirnya, ketika Jim sudah tidak bisa lagi meminta
warna atau ukuran kelereng
mereka datang untuk membayar utang mereka. "
'Kami tidak pernah memiliki banyak kekayaan di dunia ini, "ia mengaku," tapi
sekarang, Jim akan
menganggap dirinya orang terkaya di Idaho ..'
Dengan lembut, dia mengangkat jari-jari almarhum suaminya.
Nampak disitu tiga buah kelereng warna merah yang bersinar indah.
*Moral:*
*Orang mungkin tidak bisa mengingat semua perkataan kita, tetapi akan mengingat
segala perbuatan baik kita.
Hidup ini tidak diukur oleh nafas yang kita habiskan, tetapi oleh waktu yang
kita habiskan untuk bernafas.
Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk
Tuhan dan bukan untuk manusia.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment