Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.( Yohanes 15 : 16 )

Monday, February 16, 2009

Cerita yang menarik



Pernah ada seorang tua yang hidup di desa kecil.
Meskipun ia miskin, semua orang cemburu kepadanya
karena ia memiliki kuda putih cantik. Bahkan raja
menginginkan hartanya itu. Kuda seperti itu belum
pernah dilihat begitu kemegahannya, keagungannya dan
kekuatannya.
Orang-orang menawarkan harga amat tinggi untuk kuda jantan
itu, tetapi orang tua itu selalu menolak, "Kuda ini
bukan kuda bagi saya," ia akan mengatakan. "Ia
adalah seperti seseorang. Bagaimana kita dapat
menjual seseorang. Ia adalah sahabat bukan milik.
Bagaimana kita dapat menjual seorang sahabat. "
Orang itu miskin dan godaan besar. Tetapi ia tidak
menjual kuda itu.

Suatu pagi ia menemukan bahwa kuda itu tidak ada di
kandangnya. Seluruh desa datang menemuinya. "Orang
tua bodoh," mereka mengejek dia, "Sudah kami katakan
bahwa seseorang akan mencuri kudamu. Kami
peringatkanmu bahwa kamu akan di rampok. Anda begitu
miskin. Mana mungkin anda dapat melindungi binatang
yang begitu berharga? Sebaiknya anda sudah
menjualnya. Anda boleh minta harga apa saja. Harga
setinggi apapun akan dibayar juga. Sekarang kuda itu
hilang dan anda dikutuk oleh kemalangan.

Orang tua itu menjawab, "Jangan bicara terlalu
cepat. Katakan saja bahwa kuda itu tidak berada di
kandangnya. Itu saja yang kita tahu; selebihnya
adalah penilaian. Apakah saya di kutuk atau tidak,
bagaimana Anda dapat ketahui itu? Bagaimana Anda
dapat menghakimi?"

Orang protes, "Jangan menggambarkan kita sebagai
orang bodoh! Mungkin kita bukan ahli filsafat,
tetapi filsafat hebat tidak di perlukan. Fakta
sederhana bahwa kudamu hilang adalah kutukan."

Orang tua itu berbicara lagi. "Yang saya tahu
hanyalah bahwa kandang itu kosong dan kuda itu
pergi. Selebihnya saya tidak tahu. Apakah itu
kutukan atau berkat, saya tidak dapat katakan. Yang
dapat kita lihat hanyalah sepotong saja. Siapa tahu
apa yang akan terjadi nanti?"

Orang-orang desa tertawa. Menurut mereka orang itu
gila. Mereka memang selalu menganggap dia orang
tolol; kalau tidak, ia akan menjual kuda itu dan
hidup dari uang yang diterimanya. Sebaliknya, ia
seorang tukang potong kayu miskin, orang tua yang
memotong kayu bakar dan menariknya keluar hutan lalu
menjualnya. Uang yang ia terima hanya cukup untuk
membeli makanan, tidak lebih. Hidupnya sengsara
sekali. Sekarang ia sudah membuktikan bahwa ia
betul-betul tolol.

Sesudah lima belas hari, kuda itu kembali. Ia tidak
di curi, ia lari ke dalam hutan. Ia tidak hanya
kembali, ia juga membawa sekitar selusin kuda liar
bersamanya. Sekali lagi penduduk desa berkumpul
sekeliling tukang potong kayu itu dan mengatakan,
"Orang tua, kamu benar dan kami salah. Yang kami
anggap kutukan sebenarnya berkat. Maafkan kami."
Jawab orang itu, "Sekali lagi kalian bertindak
gegabah. Katakan saja bahwa kuda itu sudah balik.
Katakan saja bahwa selusin kuda balik bersama dia,
tetapi jangan menilai. Bagaimana kalian tahu bahwa
ini adalah berkat? Anda hanya melihat sepotong saja.
Kecuali kalau kalian sudah mengetahui seluruh
cerita, bagaimana anda dapat menilai? Kalian hanya
membaca satu halaman dari sebuah buku. Dapatkah
kalian menilai seluruh buku? Kalian hanya membaca
satu kata dari sebuah ungkapan. Apakah kalian dapat
mengerti seluruh ungkapan?

Hidup ini begitu luas, namun Anda menilai seluruh
hidup berdasarkan satu halaman atau satu kata. Yang
anda tahu hanyalah sepotong! Jangan katakan itu
adalah berkat. Tidak ada yang tahu. Saya sudah puas
dengan apa yang saya tahu. Saya tidak terganggu
karena apa yang saya tidak tahu."

"Barangkali orang tua itu benar," mereka berkata
satu kepada yang lain. Jadi mereka tidak banyak
berkata-kata. Tetapi di dalam hati mereka tahu ia
salah. Mereka tahu itu adalah berkat. Dua belas kuda
liar pulang bersama satu kuda. Dengan kerja sedikit,
binatang itu dapat dijinakkan dan dilatih, kemudian
dijual untuk banyak uang.

Orang tua itu mempunyai seorang anak laki-laki. Anak
muda itu mulai menjinakkan kuda-kuda liar itu.
Setelah beberapa hari, ia terjatuh dari salah satu
kuda dan kedua kakinya patah. Sekali lagi orang desa
berkumpul sekitar orang tua itu dan menilai.

"Kamu benar," kata mereka, "Kamu sudah buktikan
bahwa kamu benar. Selusin kuda itu bukan berkat.
Mereka adalah kutukan. Satu-satunya puteramu patah
kedua kakinya dan sekarang dalam usia tuamu kamu
tidak ada siapa-siapa untuk membantumu. Sekarang
kamu lebih miskin lagi.

Orang tua itu berbicara lagi. "Ya, kalian kesetanan
dengan pikiran untuk menilai, menghakimi. Jangan
keterlaluan. Katakan saja bahwa anak saya patah
kaki. Siapa tahu itu berkat atau kutukan? Tidak ada
yang tahu. Kita hanya mempunyai sepotong cerita.
Hidup ini datang sepotong-sepotong."

Maka terjadilah 2 minggu kemudian negeri itu
berperang dengan negeri tetangga. Semua anak muda di
desa diminta untuk menjadi tentara. Hanya anak si
orang tua tidak diminta karena ia terluka. Sekali
lagi orang berkumpul sekitar orang tua itu sambil
menangis dan berteriak karena anak-anak mereka sudah
dipanggil untuk bertempur. Sedikit sekali
kemungkinan mereka akan kembali. Musuh sangat kuat
dan perang itu akan dimenangkan musuh. Mereka tidak
akan melihat anak-anak mereka kembali

"Kamu benar, orang tua," mereka menangis "Tuhan tahu
kamu benar. Ini membuktikannya. Kecelakaan anakmu
merupakan berkat. Kakinya patah, tetapi paling tidak
ia ada bersamamu. Anak-anak kami pergi untuk
selama-lamanya".

Orang tua itu berbicara lagi, "Tidak mungkin untuk
berbicara dengan kalian. Kalian selalu menarik
kesimpulan. Tidak ada yang tahu. Katakan hanya ini:
anak-anak kalian harus pergi berperang, dan anak
saya tidak. Tidak ada yang tahu apakah itu berkat
atau kutukan. Tidak adayang cukup bijaksana untuk
mengetahui. Hanya Allah yang tahu.
-----
Orang tua itu benar. Kita hanya tahu sepotong dari
seluruh kejadian. Kecelakaan-kecelakaan dan
kengerian hidup ini hanya merupakan satu halaman
dari buku besar. Kita jangan terlalu cepat menarik
kesimpulan. Kita harus simpan dulu penilaian kita
dari badai-badai kehidupan sampai kita ketahui
seluruh cerita.

Sebab tukang kayu itulah yang paling
baik mengungkapkannya:
"Janganlah kamu kuatir akan hari esok, karena hari
besok mempunyai kesusahannya sendiri. "

No comments: